Wednesday, March 23, 2011

Saya dan Ayah Saya

Bapak ya... saya biasa memanggilnya. Seorang sosok yang saya kagumi sejak kecil. Tak banyak bicara namun selalu dapat dikagumi. Kalau marah suaranya keras dan menyebalkan...

Saya senang saat pulang kerja pasti dibawakan oleh-oleh. Paling sering buah-buahan. Apa saja gantung musim. Atau makanan untuk makan malam. Bakso, pempek, capcay, mie ayam, pizza, atau apa saja tergantung pesanan saya.

Bapak saya bukan sosok yang sempurna. 

Suatu saat, pada saat SMA saya sering mendengar suara tangisan. Ibu saya menangis. Saya hanya diam. Tidak bertanya. Tidak bisa tidur juga...
Hampir setiap malam. 

Suatu hari Ibu bercerita sesuatu yang membuat hati saya sakit...
Bapak saya yang membuat ibu saya menangis... Saya hampir tak percaya. Saya ikut menangis.

Bapak membuat kami kecewa. Antara marah dan tidak percaya. Sering saya berdoa pada Tuhan, agar saya selalu kuat. Izinkan saya memeluk ibu. Saya saat itu hanya anak kelas I SMA yang seharusnya sibuk bergaul dengan teman sebaya...

Ingat betul, saya melontarkan pendapat yang pedas kepada Bapak, entah mengapa saya berani saat itu... Ia memandang saya dengan sinis... Setelah itu pasti saya menangis. Ibu selalu mengingatkan saya untuk tidak kasar pada bapak saya... Namun saya berpikir saya harus membela Ibu.

Sering saya tuliskan untuknya ayat-ayat singkat Alkitab, entah lewat sms atau surat. Hanya itu hal yang dapat saya lakukan. Jari-jari saya selalu gemetar saat menulisnya. Sampai sekarang pun saat saya membuat ini tetap bergetar. 

Tahun berganti tahun, hal ini yang membuat saya kuat. Saya tidak membencinya. Ia tetap membelikan saya oleh-oleh. Saya tetap mengasihinya. Ia pernah membuat kecewa. Tetapi apa saya pernah membuatnya bahagia dan bangga?

Saya sampai kapan pun akan tetap begini. Tetap rindu oleh-olehnya, suaranya yang keras, panggilan teleponnya yang malas saya jawab hahahahaha... Tuhan, aku mengasihinya sampai kapanpun, begitu pula saya mengasihi kakak dan ibu.

*Suatu hari Tante saya bercerita, dia isteri adik bapak saya. Beberapa hari sebelumnya Bapak saya pernah menelepon Tante saya, hanya untuk menanyakan kabar dan bagaimana kabar anak-anaknya (anak Tante saya). Entah mengapa saat itu Tante saya justru menangis. Tangis haru karena hal itu justru tidak pernah dilakukan oleh suaminya sendiri. Saya ikut haru saat mendengarnya...Dan ia berkata sungguh tak menyangka.

Ia sangat perhatian sebenarnya, saat saya sakit, saat saya butuh dana, saat saya .... saat saya...

Sampai saya pikun nanti pun saya tak akan pernah lupakan Bapak saya.

I LOVE U, dad...

(ditulis oleh Prengelin)



      

No comments:

Post a Comment