Friday, March 25, 2011

Cerita Antara Saya dan Ayah

Pada awalnya saya bingung, apa yang harus saya ceritakan tentang ayah saya. Sangat susah untuk bisa menulis tentang ayah, karena ketika akan mulai menulis, mata saya sudah berkaca-kaca, hampir menangis. Kemudian saya berhenti menulis. Sampai akhirnya saya kuatkan diri, untuk memulai menulis.

Tentang hubungan anak perempuan dan ayahnya yang terjadi antara saya dan ayah, tidak terlalu istimewa, meskipun sebenarnya banyak hal yang terjadi antara saya dan ayah saya. Hubungan kami tidak semulus jalan tol. Bahkan sebenarnya terlalu banyak kerikil bahkan batu yang sangat besar.

Banyak kenangan masa kecil saya bersama beliau. beliau bukan seorang pegawai kantoran, seperti ayah-ayah teman saya yang lain. Beliau juga bukan seorang tentara atau polisi. Beliau hanya lulusan sekolah menengah atas. Terkadang susah mensejajarkan pemikiran kami, tapi anak tetaplah anak, saya yang harus mengalah.

Beliau itu hebat. Bagi saya tidak ada pria yang sehebat beliau. beliau sampai saat ini berusaha untuk selalu menjadi kepala keluarga yang baik. Berusaha memberi kesan kepada kami anggota keluarganya, bahwa beliau tidak lemah, meskipun dalam masa sulit.

Beliau adalah pekerja keras dan seorang wirausahawan yang ulet. Jatuh bangun membangun berbagai macam usahanya. Seringkali gonta-ganti usaha, mulai dari pemilik toko sepatu, pengrajin bando dan kuncir rambut, penjual sayur di pasar, broker jual beli mobil, pembuat pigura, sopir untuk mobil pengantin, guru buat orang yang ingin belajar mobil, usahanya yang saat ini sedang berjalan adalah tempat cuci motor dan mobil. Saya bangga dengan berbagai profesi beliau. Saya rasa sekarang, kehebatan beliau dalam berwirahusaha itu diwariskan kepada saya.

Dalam dua puluh tiga tahun saya hidup dan mengenal ayah saya, mungkin sudah tidak terhitung berapa kali saya bertengkar dan berselisih paham dengan beliau. entah kenapa, saya selalu berusaha mempertahankan pendapat saya, sementara ayah saya juga tidak mau pendapatnya disalahkan, jadi kami berdua berdiri di sisi yang berhadapan, saling menyerang. Saya juga sering perang dingin dengan beliau. dua hari atau tiga hari paling lama. Dan tentu saja yang mengakhiri perang dingin itu adalah saya, setelah mendapat bujukan dari ibu, agar saya segera menghentikan perang dingin diantara saya dan ayah. Pikir saya waktu itu, saya memang harus mengakhirinya, karena saya masih sangat bergantung dengan beliau.

Pernah terlintas, saya benci ayah. Menurut saya saat itu, ayah juga benci sama saya, karena seringnya saya bertengkar dengan beliau. inilah yang membuat saya kuliah di luar kota, karena saya ingin keluar dari rumah, untuk menghindari pertengkaran dengan ayah saya. dua tahun terakhir ini, saya bertanya kepada diri saya sendiri, ketika saya pulang ke rumah lebih dari seminggu, pasti akan ada pertengkaran di antara saya dan ayah. Sampai akhirnya itu tersugesti dalam diri saya. Saya tidak pernah pulang ke rumah lebih dari seminggu, ini juga untuk menghindari pertengkaran dengan ayah saya. tapi ternyata saya melakukan kebodohan. Ayah justru sangat sayang kepada saya.

Ayah adalah orang yang pertama kali menanyakan kepada ibu saya, apakah ibu sudah menelepon saya dalam minggu ini. Ayah-lah orang yang selalu mengingatkan saya untuk tidak lupa sholat. Ayah-lah yang selalu mengirimkan pesan singkat setiap pagi, agar saya selalu bersyukur, dan mengingatkan akan umur yang semakin berkurang. Ayah-lah yang selalu berdiri di depan rumah, menunggu kedatangan mobil travel yang membawa saya pulang. Ayah juga selalu bersedia menyetir mobil 7 jam mengantarkan saya kembali ke kota perantauan.

Beliau yang terlihat gagah dengan baju koko dan sarung kotak-kotaknya. Beliau yang rambut hitamnya tumbuh berebutan dengan rambut putihnya. Beliau yang setiap hari belajar mengaji sehabis maghrib. Beliau yang tangan-tangan kuatnya dulu mampu menggendong saya mendaki perbukitan Tawangmangu. Beliau yang masakannya jauh lebih lezat dari masakan ibu saya. Beliau yang ridhonya saya nantikan, agar Allah SWT juga meridhoi saya.

Ayah, saya masih hutang beberapa hal kepadamu. Hutang itu sudah saya tulis di buku mimpi saya.  Akan segera saya lunasi satu persatu, sebagai bakti saya kepadamu. Hutang saya yang paling dekat jatuh temponya, yaitu membuat engkau bangga melihat saya diwisuda.

Ayah, saya berjanji akan membuatmu tersenyum bangga memiliki saya sebagai putrimu.

Untuk seseorang yang saya panggil dengan sebutan ayah, I love you so much..

(ditulis oleh @ccitraa di http://citracerita.tumblr.com/post/4066846162/cerita-antara-saya-dan-ayah) 

No comments:

Post a Comment