Friday, March 25, 2011

Dia yang Kusebut Ayah

Ayah..
            Hampir dua puluh tahun, sekarang usiaku hampir dua puluh tahun Yah. Gadis kecilmu ini sekarang sudah menjelma menjadi perempuan dewasa yang berusaha untuk menjadi kebanggaanmu. Masih teringat jelas di dalam kantung memoriku. Disaat aku kecil dulu, dirumah sederhana kita yang masih kita tempati sampai sekarang bersama ibu dan saudara-saudaraku. Kau sering sekali mencandaiku. Berpura-pura kerasukan setan lalu mengejarku, hingga aku lari kepangkuan ibu. Lalu kau akan tertawa puas, lalu dengan semangat menggendong dan melempar-lempar tubuh mungilku ke udara . Aku merasa kesal sekali padamu, sekaligus sangat sayang. Tak cukup dengan itu, kau lalu menciumku tanpa ampun.

            Atau, apakah kau ingat kejadian di kebun binatang dimasa lalu? Kita sekeluarga pergi kesana. Entah dalam rangka apa, aku lupa. Kira-kira usiaku 4 tahun kala itu. Aku semangat sekali memperhatikan hewan-hewan yang baru pertama kali ku lihat secara langsung. Sehingga aku tidak sadar kalau kau pergi entah kemana. Lalu aku menanyakan keberanaan mu pada ibu. Ternyata ibu juga tidak tahu, dia terlalu sibuk mengawasi aku dan kakakku. Aku benar-benar takut kala itu. Kukira kau menghilang, aku menangis sekencang-kencangnya. Sambil tersedu-sedu aku terus memanggilmu. Seketika kau muncul di hadapanku. Aku langsung mendekapmu dan memintamu untuk menggendongku. Wajahmu sungguh bingung, dan ibu menjelaskan kenapa aku begitu. Saat itu kau langsung menciumiku, dan mengatakan, ”Aku disini nak. Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu.” 
Dan sampai saat ini kau memang menepati janjimu.

            Kini tubuhmu tidak sesegar dulu. Waktu tlah membuatnya layu. Mungkin juga karna keadaan kita tak sebaik dulu. Tahun 1998, dimana pergolakkan terjadi di negri ini. Ketika pekerjaan tak semudah dulu menghampirimu. Kau memilih berhenti. Dan keadaan berubah. Kau mulai menjual mobil kita, dan uang tabungan yang kau punya juga semakin lama semakin habis. Kau mulai mencari akal untuk menghidupi keluarga kita, dari membuka perkebunan pinang, perkebunan cabai, peternakan ikan dan semuanya tidak berjalan lancar. Pada saat-saat itu kau jarang berada dirumah. Kau pergi untuk waktu yang lama, sekitar sebulan atau dua bulan. Aku sangat merindukanmu kala itu. Hingga pada akhirnya kau memutuskan untuk membuka usaha kecil. Meski tidak bisa membuat kita merasakan kenyamanan seperti dulu. Tapi setidaknya itu masih mampu menopang kebutuhan kita sehari-hari. Dan aku, aku masih bisa merasakan bangku kuliah. Dan aku sangat bersyukur akan itu.

            Kini aku menjelma menjadi gadis yang mempesona (itu kata-kata orang loh :D). Banyak teman laki-laki yang mulai datang ke rumah. Dan aku selalu tertawa geli sekaligus ngeri melihat ekspresimu. Ekspresi yang mengatakan, ”Hei, jangan macam-macam dengan putriku!”  Kadang aku kesal sekali padamu, karna melarangku untuk pergi dengan teman lelakiku. Sepertinya kau tahu itu, lalu dengan pelan kau mengatakan ini padaku. ”Bukannya ayah tidak percaya padamu. Hanya saja, biarkan dulu ayah mengenalnya, biarkan dia sering-sering dulu datang ke rumah kita. Bukanny kenapa-kenapa, ayah hanya ingin menjaga kehormatanmu. Agar ia tau, bahwa tidak sembarangan pria yang bisa membawamu keluar dari rumah ayah.”
Saat itu rasanya aku ingin langsung memelukmu Yah. Aku mencintaimu, sungguh!
            Semoga Tuhan berbaik hati untuk memberi rezeki waktu pada kita. Hingga kau bisa melihat kelulusanku. Melihat aku menikah, menjadi waliku. Melepaskan aku pada laki-laki yang ku yakini mampu membahagiakanku. Dan tentunya kau juga yakin kalau dia adalah yang terbaik untukku, hingga kau tak perlu merasa khawatir melepas gadis kecilmu . Dan akhirnya aku bisa melihatmu bermain dengan anak-anakku, cucumu. Akh, ku harap Tuhan mengizinkan itu. Semoga....

(ditulis oleh Delya Upha di http://adhisya-adarahasia.blogspot.com/2011/03/dia-yang-kusebut-ayah.html) 

1 comment:

  1. Jadi ingat waktu kecil... Nama yg selalu saya panggil dalam setiap tangisan saya hanya "bapak".. :'(

    ReplyDelete