Friday, March 25, 2011

Surat Untuk Ayah

Hening, hanya terdengar suara gemeretak lirih dari ujung rokok yang terbakar. Kau sangat menikmati setiap hisapan itu. Pandangan mu kosong, namun ku tahu banyak kata yang menari-nari didalam sana. Rambut mu kini semakin habis dimakan usia. Apa yang kau pikirkan ayah? Aku disini, aku selalu disamping mu, berbagilah dengan ku mungkin aku bisa mengurangi beban pikiran mu. Atau bisakah kau meluangkan sedikit waktu untuk mengingat kembali ke masa lalu? Disaat aku masih menjadi gadis kecilmu. Ya anggap saja ini sebagai penghibur mu, jujur aku sangat tidak suka melihat mu termenung seperti itu.
Aku yang penakut, aku yang terlalu ramah akan air mata.  Seperti yang pernah dikatakan alm.nenek, kalau perasaan ku sangat halus, aku gampang sekali menangis. Dulu kau senang sekali membuat ku menangis dengan cerita-cerita sedih mu. Aku masih ingat cerita-cerita mu itu ayah. Kau bercerita kalau kau pernah menjadi tukang parkir, tapi tidak ada satu orangpun yang memarkirkan kenderaannya di tempat mu. Kau sibuk memanggil orang-orang untuk parkir disana tapi tidak ada yang mau. Matahari begitu menyengat saat itu, kau haus, tapi kau tidak punya uang untuk membeli air mineral, lalu kau meminta segelas air putih kepada pedagang kaki lima yang ada disana, tapi apa yang kau dapat? Segelas air kotor bekas cucian piring. Seketika tetesan itu jatuh, aku berlari ke kamar dan menangis tersendat-sendat. Lalu kau datang menghampiri ku dan menggendong ku sambil berkata “kok nangis, ayah tidak apa-apa” aku memelukmu seerat mungkin, ku dengar tawa kecil dari bibir mu, dan tanganmu terus mengelus-elus rambutku.
Ah, tidakkah kau ingat itu ayah? Dan kau melakukan itu berulang kali. Ketika kita berkumpul diruang tamu, ketika tawa membahana diruang tengah itu, lalu tiba-tiba kau menceritakan itu kembali, dan pada saat itu juga aku langsung menutup telinga lalu mengomeli mu untuk berhenti bercerita. Umur ku masih 5 atau 6 tahun saat itu, dan dengan polosnya mempercayai cerita-cerita mu yang menyedihkan itu.
Apa itu? Apa yang ku lihat? Ah kau tersenyum! Aku berhasil membuat mu tersenyum. Bagaimana? Kau terhibur? Atau ingin aku bercerita kembali? Membuka cerita lama antara kau dan gadis kecilmu. Tapi sepertinya kau akan kelelahan membacanya, karena begitu banyak yang ingin aku ceritakan. Bagaimana kalau aku meminta sedikit waktu mu disore hari? Dengan secangkir teh hangat, dan dengan semangat aku bercerita kepadamu. Aku dapat melihat sorot mata mu dengan jelas, yang biasanya hanya melihat mu dari kejauhan duduk termenung sendirian. Dan aku juga dapat langsung memelukmu ketika mata ini tak mampu menahan air itu jatuh ketika bercerita.
Sekarang gadis kecilmu telah beranjak dewasa, dan akan ada seseorang yang akan menggantikan mu kelak. Seseorang yang akan menjaga gadis kecilmu yang dulu. Dan jika Tuhan berkehendak, aku ingin kau dapat melihat cucu-cucu mu yang lucu nantinya. Lalu kau akan menceritakannya kembali kepada mereka, sama seperti yang kau lakukan kepada ku. Kita semua berkumpul, dan serentak tertawa melihat cucu mu yang terisak menangis mendengar cerita mu.
Hah.. sepertinya aku sudah terlalu banyak berkata-kata. Kasihan mata mu, pasti dia sudah lelah membaca. Baiklah ayah, aku akan menunggu sore itu, tidak harus esok atau lusa, tapi kapanpun itu ketika kau ada waktu aku pasti bersedia dan bersemangat untuk berbagi cerita denganmu.
Ayo seka air mata mu, tersenyumlah, aku menulis ini bukan untuk membuat mu menangis :) .

AKU SAYANG AYAH

(ditulis oleh Yu Ra di http://cahaya-cendrawasih.blogspot.com/2011/03/surat-untuk-ayah.html) 

Dia yang Kusebut Ayah

Ayah..
            Hampir dua puluh tahun, sekarang usiaku hampir dua puluh tahun Yah. Gadis kecilmu ini sekarang sudah menjelma menjadi perempuan dewasa yang berusaha untuk menjadi kebanggaanmu. Masih teringat jelas di dalam kantung memoriku. Disaat aku kecil dulu, dirumah sederhana kita yang masih kita tempati sampai sekarang bersama ibu dan saudara-saudaraku. Kau sering sekali mencandaiku. Berpura-pura kerasukan setan lalu mengejarku, hingga aku lari kepangkuan ibu. Lalu kau akan tertawa puas, lalu dengan semangat menggendong dan melempar-lempar tubuh mungilku ke udara . Aku merasa kesal sekali padamu, sekaligus sangat sayang. Tak cukup dengan itu, kau lalu menciumku tanpa ampun.

            Atau, apakah kau ingat kejadian di kebun binatang dimasa lalu? Kita sekeluarga pergi kesana. Entah dalam rangka apa, aku lupa. Kira-kira usiaku 4 tahun kala itu. Aku semangat sekali memperhatikan hewan-hewan yang baru pertama kali ku lihat secara langsung. Sehingga aku tidak sadar kalau kau pergi entah kemana. Lalu aku menanyakan keberanaan mu pada ibu. Ternyata ibu juga tidak tahu, dia terlalu sibuk mengawasi aku dan kakakku. Aku benar-benar takut kala itu. Kukira kau menghilang, aku menangis sekencang-kencangnya. Sambil tersedu-sedu aku terus memanggilmu. Seketika kau muncul di hadapanku. Aku langsung mendekapmu dan memintamu untuk menggendongku. Wajahmu sungguh bingung, dan ibu menjelaskan kenapa aku begitu. Saat itu kau langsung menciumiku, dan mengatakan, ”Aku disini nak. Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu.” 
Dan sampai saat ini kau memang menepati janjimu.

            Kini tubuhmu tidak sesegar dulu. Waktu tlah membuatnya layu. Mungkin juga karna keadaan kita tak sebaik dulu. Tahun 1998, dimana pergolakkan terjadi di negri ini. Ketika pekerjaan tak semudah dulu menghampirimu. Kau memilih berhenti. Dan keadaan berubah. Kau mulai menjual mobil kita, dan uang tabungan yang kau punya juga semakin lama semakin habis. Kau mulai mencari akal untuk menghidupi keluarga kita, dari membuka perkebunan pinang, perkebunan cabai, peternakan ikan dan semuanya tidak berjalan lancar. Pada saat-saat itu kau jarang berada dirumah. Kau pergi untuk waktu yang lama, sekitar sebulan atau dua bulan. Aku sangat merindukanmu kala itu. Hingga pada akhirnya kau memutuskan untuk membuka usaha kecil. Meski tidak bisa membuat kita merasakan kenyamanan seperti dulu. Tapi setidaknya itu masih mampu menopang kebutuhan kita sehari-hari. Dan aku, aku masih bisa merasakan bangku kuliah. Dan aku sangat bersyukur akan itu.

            Kini aku menjelma menjadi gadis yang mempesona (itu kata-kata orang loh :D). Banyak teman laki-laki yang mulai datang ke rumah. Dan aku selalu tertawa geli sekaligus ngeri melihat ekspresimu. Ekspresi yang mengatakan, ”Hei, jangan macam-macam dengan putriku!”  Kadang aku kesal sekali padamu, karna melarangku untuk pergi dengan teman lelakiku. Sepertinya kau tahu itu, lalu dengan pelan kau mengatakan ini padaku. ”Bukannya ayah tidak percaya padamu. Hanya saja, biarkan dulu ayah mengenalnya, biarkan dia sering-sering dulu datang ke rumah kita. Bukanny kenapa-kenapa, ayah hanya ingin menjaga kehormatanmu. Agar ia tau, bahwa tidak sembarangan pria yang bisa membawamu keluar dari rumah ayah.”
Saat itu rasanya aku ingin langsung memelukmu Yah. Aku mencintaimu, sungguh!
            Semoga Tuhan berbaik hati untuk memberi rezeki waktu pada kita. Hingga kau bisa melihat kelulusanku. Melihat aku menikah, menjadi waliku. Melepaskan aku pada laki-laki yang ku yakini mampu membahagiakanku. Dan tentunya kau juga yakin kalau dia adalah yang terbaik untukku, hingga kau tak perlu merasa khawatir melepas gadis kecilmu . Dan akhirnya aku bisa melihatmu bermain dengan anak-anakku, cucumu. Akh, ku harap Tuhan mengizinkan itu. Semoga....

(ditulis oleh Delya Upha di http://adhisya-adarahasia.blogspot.com/2011/03/dia-yang-kusebut-ayah.html) 

(Tak ada Judul-nya)

len kangen..
len rindu..
Pakabarmu Pa? Uda berapa tahun ga ketemu.. :(
(wah rasanya ga sanggup untuk lanjutin ini.. Nangis deh haiyaaa..)

Jalan 5 tahun.. Since the last time I saw him ..

Hmmm,bau khas keringatnya sewaktu pulang di siang hari ke rumah untuk makan siang, berkacamata, wajah hitam legam karena sengatan matahari, cape kayaknya, parkir motor kymco matic nya, langsung ambil handuk dan mandi .. Kebayang deh segarnya tuh ( secara air di rumahku lumayan dingin ).
Makan malam...
"Len.. Ayo turun makan yuk, ada sayur kesukaan mu, cepatan ya "
(suara Papa memanggil ku untuk turun dari kamarku di lantai 2 ) , "iya Pa. (jawabku)
....Tiapkali mao makan pasti Papa selalu ingat memanggilku jg, maybe because only me yg masih stay di rumah (secara masih single,yg lain udah merit semua)

Kring..kring.. "Hallo..papa ya? Jemput len di depan bugel, len udah deket nih "
Asap rokok aku hirup..uhuk uhuk..duh Papa kok bisa ya sambil bonceng Len sambil megang rokok di jari kanan? "Hahaha.. (tawa renyah nya..) Iya donk.."
(sudah 5tahun ini aku ga ngerasain di jemput lg ama Papa, sumpah kangen sekali.. ) Apalagi kalo lihat orang yang menelepon papa nya minta di jemput, rasanya iri banget..
(airmata..mengalir..)

"Aduh..aduh Len..sakit..sakit.. " (rintihan papa di ranjang RS) , sudah hampir seminggu perut papa sakit, ga jelas penyakit apa, papa cuma seperti sakit maag kayaknya, dan aku jarang di rumah,sehingga tidak tau persis, sampai suatu hari aku bawa papa ke RS terdekat, dan tidak terlalu menolong, secara papa cuma banyakan di diamkan menahan sakitnya itu, ga tau .. Bukankah mereka lebih ngerti harus gimana, dan obat nya apa, dan dokter yang merawatpun cuma bilang " ya kalau sudah kehendak-Nya kami pun tidak bisa berbuat lebih lagi" (marah setengah mampus aku,dalam hatiku..dokter sialan yg tak punya etika dan hati ! ) ... Airmata mengalir..
Aaaahhh.. :(

Jam 13.00... Adalah waktu kepergian papa menghadap Ilahi, ya.. Papa meninggalkan aku.. Persis di dalam pelukan ku..

"Papa..(tertidur) (koma) , jangan tinggalkan Len, Len mana bisa sendiri di dunia ini, Mama udah ga ada, Len sendirian donk di rumah.. Len belum kawin, Len belum kerja dan belikan papa macam-macam.. Len belum sempat memberikan apapun untuk papa.."
Semenit.. Dua menit.. 15menit..
Nafas papa tetap cuma seperdetik sekali.. (cuma tinggal melepaskan saja)
"Baiklah..Len menyerah.. (Bisikkan di telinganya) Papa boleh pergi, Papa boleh tinggalin semuanya, Len tau papa sudah capek kan?papa sudah terlalu lama kerja dan capek sekali,dan sakit itu sungguh menyiksamu kan? Pergilah.. Len dan semuanya akan ikhlaskan, Len,... (sambil menyebutkan nama-nama anak papa yg lain) sampaikan maaf dan mohon ampun luar biasa untuk semua kesalahan kami..
Dan yang terakhir yg ku bisikkan adalah Doa Bapa Kami.. Terang itulah yang harus Papa tuju .. Rumah terang itu dia tempatnya Pa..

I Miss You So Much.. Papa..
(airmata mengalir deras)(sambil mendengarkan lagu nya Eric Clapton)

....would you know my name, if I saw you in heaven.. Would it be the same.. If I saw you in heaven...
....would you hold my hand, if i saw you in heaven......... 






Best Regards,

Amanda Lenny



(ditulis oleh Amanda Lenny)

Dia

Lelaki itu adalah dia yang saya panggil "ayah"
yang tidak pantas saya panggil ayah.. 

Lelaki itu adalah dia yang saya panggil "ayah"
yang seharusnya bersikap layaknya seorang ayah..

Lelaki itu adalah dia yang saya panggil "ayah"
dan tidak pernah bersikap layaknya ayah..

Lelaki itu adalah dia yang saya panggil "ayah"
yang satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas hancurnya hidup saya..

Lelaki itu adalah dia yang saya panggil "ayah"
orang yang paling saya benci..


Lelaki itu adalah dia yang saya panggil "ayah"
dia hanya lelaki yang memberikan sperma ke dalam rahim ibu saya,
dan tidak pantas untuk saya panggil "ayah"


(ditulis oleh Dency Kharina Dewi di http://catatankata.blogspot.com/2010/07/dia.html)


Pria Luar Biasa itu Papaku

papa...
saya punya tumpukan kenangan bersamanya
saya punya rentetan mimpi untuk diwujudkan bersamanya
seperti banyak anak perempuan lain, buat saya papa adalah cinta pertama dan cinta sejati
dan saya selalu bilang.. "laki-laki yang ingin jadi suamiku kelak, harus seperti papa"
papa adalah yang kedua yang sangat saya cintai setelah Allah..
saya masih ingat bagaimana papa membuatkan mainan berbentuk jam untuk mengajari saya cara membaca jam
papa membuatkan saya banyak gambar indah untuk mengajari saya mengenal warna
dia tidak pernah mengecewakan

papa tidak pernah meninggalkan saya dalam keadaan apapun
termasuk saat dokter menyatakan, saya positif terkena leukimia stadium dua
papa dengan tenang mengenggam tangan saya dan menenangkan saya yang menangis terus menerus
dengan sangat tenang, papa bilang " tenang sayang, ini tidak sesakit ketika kamu diimunisasi"
waktu saya sering muntah karna rasa mual setelah kemo, papa tanpa jijik membersihkan wajah saya dan memeluk saya yang tidak berhenti menangis
ketika saya ingin menyerah dan ingin semua itu dihentikan papa bilang,
"papa mohon, untuk pertama kalinya papa mohon sama kamu, jangan putuskan takdir papa untuk memiliki, merawat, membesarkan dan mengantar kamu menjadi orang hebat, papa ingin jadi wali dan menikahkan kamu suatu hari nanti"

tiap kali saya ingin menyerah saya selalu ingat wajah letihnya yang tidak pernah menyerah untuk mengusahakan kesembuhan saya
dan kesembuhan itu ternyata bisa saya raih
lewat papa, Tuhan memperpanjang kontrak hidup saya


sekarang saya jauh dari papa
sangat jauh
seperti keinginannya..
saya sedang berjuang untuk jadi orang besar
orang besar menurut versi kami..
orang besar di hati kami masing-masing
rindu saya berlipat-lipat tiap hari
saya tau papa juga rindu
tapi dia hampir tidak pernah menelpon saya
mama bilang dia selalu menangis tiap telpon
dan dia tidak ingin saya tahu bahwa dia sangat mengkhawatirkan saya


kalau saja ada mesin waktu, saya ingin menebus segala kekecewaan yang sudah dia rasakan karena saya..
kegagalan pertunangan saya
dan banyak hal..
maafin utik pap..
atas semua kebodohan yang sudah utik lakukan dan menyakiti papa
atas segala kesalahan yang membuat papa kecewa
atas semua rasa khawatir yang papa rasakan karna utik
atas semua tangis papa yang sempat tumpah karna utik
ah.. pap..
rasanya baru kemarin papa menggendongku di punggung 
rasanya baru semalam papa mendongeng cerita si ande ande lumut
rasanya baru tadi pagi papa mengantarku sekolah di hari pertama
dan sekarang aku hampir 25 tahun
sekarang giliranku menjaga papa
merawat dan membahagiakan papa..
terima kasih pa, untuk semua waktu yang sudah papa korbankan untukku
aku mencintai papa..
lebih dari apapun..
dan aku janji..
akan kupertaruhkan apapun
demi melihat papa tetap tersenyum dan tertawa bahagia di masa-masa senja papa nanti..

untuk papa yang tidak pernah berhenti kucintai dan mencintaiku..

(ditulis oleh Putri Utik di ceritaudaradankita.blogspot.com)

Hay Pa, Aku sudah 22 tahun dan merindukanmu!

” Hay pa , aku sudah umur 22 tahun dan aku merindukanmu “ , itu kata-kata yang tidak pernah aku katakan dan selalu ingin aku katakan pada papa . Kedewasaan dan kepribadian atas pola pikir dan tingkah lakuku tidak lepas dari kebijaksanaan dan ketegasannya selama 22 tahun , meskipun 8 tahun belakangan ini beliau mendidik kedua dari ketiga anaknya hanya by phone . Yah , aku dan kakak laki-lakiku yang sejak umur 15 tahun dilepaskan untuk belajar hidup mandiri jauh dari orang tua di pulau yang berbeda dengan memberikan kepercayaan penuh pada anak-anaknya tanpa rasa curiga sedikitpun .
Sedih memang disaat aku membutuhkan sentuhan , perlindungan , support , dan kasih sayangnya secara nyata layaknya anak umur 5 tahun yang jatuh untuk mencoba belajar dari sepeda pertamanya dan membutuhkan permen , kecupan dan pelukan yang secara tidak langsung memberikan perlindungan secara utuh . Itu yang sering aku rasakan disaat aku down atas segala situasi yang bisa membuat aku tertekan dan merasa kasih sayang orang tua secara nyata lebih dari segala-galanya bahkan lebih dari sekedar materi . Disaat seperti itulah ingin rasanya aku berontak dan ingin memberitahukan bahwa aku tidak butuh materi tapi aku butuh mereka ada sekarang disampingku . Terdengar egois memang , tetapi itu yang aku rasakan sebagai seorang anak yang akan selalu terlihat seperti anak kecil di  mata orang tuanya .
Kejadian yang aku alami kurang lebih lima bulan yang lalu telah menghancurkan kepercayaan papa ke aku selama hampir 8 tahun ini . Aku tertekan dan merasa dihina dan aku berusaha untuk menceritakan kepada papa melalui telepon dan meminta perlindungannya sambil menangis . Ekspresi papa saat itu tidak seperti yang aku duga , aku merasa tertampar dengan kata-katanya .
” Kamu kenapa ? nangis sesenggukan kaya gitu buat orang yang menurut papa ga penting buat hidupmu , pernah kamu nangisin orang tuamu ? nangis kaya gitu buat papa ? buat mama ? Ternyata papa salah menilaimu , papa kira anak perempuan papa bisa hidup mandiri , bisa dipercaya ternyata cuman sekedar masalah kaya gini aja kamu sudah drop . Disa anak papa yang papa kenal selalu ceria , kuat , bukan cengeng kaya gini . “
Entah kenapa mendengar kata-kata papa disaat aku lagi tertekan seperti itu seharusnya aku lebih kecewa tetapi aku merasa sebaliknya aku merasa lebih kuat dan lebih punya semangat . Aku merasa terlindungi . Aku merasa dikasihi meski aku telah mengecewakan dan menghancurkan kepercayaannya . Dari situlah aku aku mengerti bahwa tanpa sentuhan kasih sayang secara nyata , tanpa perlindungan dari pandangan mata secara langsung , tanpa didikan kata-kata setiap hari papa selalu memperhatikan aku dari ceritaku , dari gaya bahasa dan nadaku aku berbicara kepadanya melalui telepon dan dari situ papa lebih bisa mengenal aku daripada siapa pun bahkan dari diriku sendiri . Apa yang aku rasakan disaat aku membutuhkan mereka  ternyata mereka juga merasakan hal yang sama bahkan mungkin lebih dari yang aku rasakan . Papa selalu punya kelebihan di mataku meski tidak luput banyak kekurangan di diri beliau tetapi aku akan selelu bisa menerima papa apa adanya dan apa pun keadaannya . Aku percaya bahwa seluruh anggota keluargaku , mama , mas , adek juga merasakan hal yang sama . Kita akan selalu jatuh hati pada papa . I love you my best guy ..
Love,
Acid
(ditulis oleh @claradiza di http://claradisa.tumblr.com/post/4076992885)

Jumat, Sore itu

Umurku delapan tahun waktu itu. Sekolah di salah satu sekolah dasar terbaik di kotaku. Papaku bukan orang kaya. Hanya seorang pegawai kecil, dengan hati besar. Ketika anak-anak lain di jemput dengan mobil, aku bangga di jemput dengan motor butut milik kantor. Ketika anak-anak lain dijemput dengan sopir, aku bangga di jemput papa di sekolahku. 
Uang sekolahku mahal. Papa harus banting tulang apalagi gaji pegawai negeri sangatlah kecil. Malam-malam papa mesti merakit, menyusun balok-balok kayu menjadi lemari, kursi, meja rias, sesuai pesanan orang. Subuh papa sudah harus bangun, memberi makan ternak miliknya, yang tak seberapa. 
Jumat, sore itu. Hujan mengguyur deras kotaku. Aku menggigil di gerbang sekolah. Menunggu jemputan, papaku tentu saja. Setengah jam menunggu, papa belum juga datang, ah, hujan deras tentulah menghalanginya. Sekolah mulai sepi. Angin makin kencang, hujan makin deras. Aku mulai ketakutan. Airmata menghangat di sudut mata. Sungguh, aku ketakutan. Papa belum juga muncul.
Lalu. Dari kejauhan kulihat motor butut papa, berwarna merah tua, yang berjalan pelan seperti sepeda. Itu dia, jemputanku. Lalu, papa membungkusku dengan plastik besar, bukan jas hujan,. Hanya plastik besar bekas bungkus furniture. Memakaikan helmnya untukku. Membiarkan tubuhnya di jamah hujan. Sungguh, aku tak perlu mobil. Sungguh aku tak perlu jas hujan. Sungguh aku tak perlu rumah hangat nan mewah. Sungguh aku tak butuh apapun. Aku hanya butuh dia, lelaki sempurna, papaku. 
Ya, Jumat sore yang hangat, belasan tahun lalu. Jumat sore yang hangat, walau hujan mengguyur hebat. Jumat sore yang hangat, karena cintanya. Papaku.

(ditulis oleh @ama_achmad di http://amaachmad.blogspot.com/2011/03/jumat-sore-itu.html?spref=tw)

Cerita Antara Saya dan Ayah

Pada awalnya saya bingung, apa yang harus saya ceritakan tentang ayah saya. Sangat susah untuk bisa menulis tentang ayah, karena ketika akan mulai menulis, mata saya sudah berkaca-kaca, hampir menangis. Kemudian saya berhenti menulis. Sampai akhirnya saya kuatkan diri, untuk memulai menulis.

Tentang hubungan anak perempuan dan ayahnya yang terjadi antara saya dan ayah, tidak terlalu istimewa, meskipun sebenarnya banyak hal yang terjadi antara saya dan ayah saya. Hubungan kami tidak semulus jalan tol. Bahkan sebenarnya terlalu banyak kerikil bahkan batu yang sangat besar.

Banyak kenangan masa kecil saya bersama beliau. beliau bukan seorang pegawai kantoran, seperti ayah-ayah teman saya yang lain. Beliau juga bukan seorang tentara atau polisi. Beliau hanya lulusan sekolah menengah atas. Terkadang susah mensejajarkan pemikiran kami, tapi anak tetaplah anak, saya yang harus mengalah.

Beliau itu hebat. Bagi saya tidak ada pria yang sehebat beliau. beliau sampai saat ini berusaha untuk selalu menjadi kepala keluarga yang baik. Berusaha memberi kesan kepada kami anggota keluarganya, bahwa beliau tidak lemah, meskipun dalam masa sulit.

Beliau adalah pekerja keras dan seorang wirausahawan yang ulet. Jatuh bangun membangun berbagai macam usahanya. Seringkali gonta-ganti usaha, mulai dari pemilik toko sepatu, pengrajin bando dan kuncir rambut, penjual sayur di pasar, broker jual beli mobil, pembuat pigura, sopir untuk mobil pengantin, guru buat orang yang ingin belajar mobil, usahanya yang saat ini sedang berjalan adalah tempat cuci motor dan mobil. Saya bangga dengan berbagai profesi beliau. Saya rasa sekarang, kehebatan beliau dalam berwirahusaha itu diwariskan kepada saya.

Dalam dua puluh tiga tahun saya hidup dan mengenal ayah saya, mungkin sudah tidak terhitung berapa kali saya bertengkar dan berselisih paham dengan beliau. entah kenapa, saya selalu berusaha mempertahankan pendapat saya, sementara ayah saya juga tidak mau pendapatnya disalahkan, jadi kami berdua berdiri di sisi yang berhadapan, saling menyerang. Saya juga sering perang dingin dengan beliau. dua hari atau tiga hari paling lama. Dan tentu saja yang mengakhiri perang dingin itu adalah saya, setelah mendapat bujukan dari ibu, agar saya segera menghentikan perang dingin diantara saya dan ayah. Pikir saya waktu itu, saya memang harus mengakhirinya, karena saya masih sangat bergantung dengan beliau.

Pernah terlintas, saya benci ayah. Menurut saya saat itu, ayah juga benci sama saya, karena seringnya saya bertengkar dengan beliau. inilah yang membuat saya kuliah di luar kota, karena saya ingin keluar dari rumah, untuk menghindari pertengkaran dengan ayah saya. dua tahun terakhir ini, saya bertanya kepada diri saya sendiri, ketika saya pulang ke rumah lebih dari seminggu, pasti akan ada pertengkaran di antara saya dan ayah. Sampai akhirnya itu tersugesti dalam diri saya. Saya tidak pernah pulang ke rumah lebih dari seminggu, ini juga untuk menghindari pertengkaran dengan ayah saya. tapi ternyata saya melakukan kebodohan. Ayah justru sangat sayang kepada saya.

Ayah adalah orang yang pertama kali menanyakan kepada ibu saya, apakah ibu sudah menelepon saya dalam minggu ini. Ayah-lah orang yang selalu mengingatkan saya untuk tidak lupa sholat. Ayah-lah yang selalu mengirimkan pesan singkat setiap pagi, agar saya selalu bersyukur, dan mengingatkan akan umur yang semakin berkurang. Ayah-lah yang selalu berdiri di depan rumah, menunggu kedatangan mobil travel yang membawa saya pulang. Ayah juga selalu bersedia menyetir mobil 7 jam mengantarkan saya kembali ke kota perantauan.

Beliau yang terlihat gagah dengan baju koko dan sarung kotak-kotaknya. Beliau yang rambut hitamnya tumbuh berebutan dengan rambut putihnya. Beliau yang setiap hari belajar mengaji sehabis maghrib. Beliau yang tangan-tangan kuatnya dulu mampu menggendong saya mendaki perbukitan Tawangmangu. Beliau yang masakannya jauh lebih lezat dari masakan ibu saya. Beliau yang ridhonya saya nantikan, agar Allah SWT juga meridhoi saya.

Ayah, saya masih hutang beberapa hal kepadamu. Hutang itu sudah saya tulis di buku mimpi saya.  Akan segera saya lunasi satu persatu, sebagai bakti saya kepadamu. Hutang saya yang paling dekat jatuh temponya, yaitu membuat engkau bangga melihat saya diwisuda.

Ayah, saya berjanji akan membuatmu tersenyum bangga memiliki saya sebagai putrimu.

Untuk seseorang yang saya panggil dengan sebutan ayah, I love you so much..

(ditulis oleh @ccitraa di http://citracerita.tumblr.com/post/4066846162/cerita-antara-saya-dan-ayah) 

Aku Masih Gadis Kecilmu

Besok hari ulang tahunku, yang lagi-lagi jauh dari keluarga. Ini tahun ke 3 sekaligus tahun terakhir aku merantau, insya allah. Merantau jauh dari rumah, jauh juga dari papa.
Sejak kecil aku dekat sekali dengan papa. Walaupun tidak selalu bertemu sih, tapi banyak memori manis yg bisa kukenang. walaupun jarang sekali aku utarakan. Tapi aku selalu kangen papa. Selalu. Terutama di saat jauh terbelah 2 negara seperti ini. Inginnya papa di sini. Membangunkanku pagi hari, atau menggodaku sesekali. Melihatmu tersenyum setiap hari. Mendengar suaramu setiap saat.

Duh pa, aku kangen papa. Selalu kangen papa. Hanya gengsiku terlalu besar untuk bilang.

Duh pa, aku kangen papa. Makin kangen setelah nonton beberapa film tentang ayah dan anak perempuannya. Membuatku tercenung di akhir cerita, lalu berurai air mata, tanpa sempat bisa kutahan.

Duh pa, lagi-lagi aku kangen papa. Ingin telfon dan bercerita, tapi sudah terlalu malam, pasti papa sudah tidur karena lelah. Besok pagi papa pasti telp untuk ngucapin selamat ulang tahun lengkap dengan pesan dan doa-doa. Yang pasti membuatku tiba-tiba sedih, karena tak bisa merayakan hariku tanpa papa.

Inginnya papa di sini. Seperti tahun lalu. Menyempatkan kemari, jauh-jauh di sela-sela hari sibukmu yang luar biasa. Menyempatkan kemari, walau hanya sempat mentraktirku sushi dan jalan-jalan di sekitar KL karena waktumu hanya sehari. Kita bahkan tak sempat berfoto bersama.

Tuh, tuh kan. Aku menangis lagi. Aku kangen papa. Besok umurku 23 tahun. Sudah besar. Sudah dewasa. Seharusnya sudah tak pantas lagi menangis untuk hal kecil seperti ini. Tapi buktinya, aku masih gadis kecilmu, yang menangis tertahan ketika kau memelukku. Aku masih menangis walaupun sembunyi-sembunyi ketika kau melambaikan tangan perpisahan ketika mengantarku pertama kali ke Malaysia. Aku bahkan berpikir ingin pulang saja denganmu, membatalkan sekolah jauh-jauh. Aku masih ingin menangis sesegukan ketika kau mencium keningku setelah mencium pipi kiri-kanan saat sungkeman setiap lebaran tiba. Aku masih menangis di malam hari, ketika aku merasa kangen rumah. Kangen papa memelukku saat aku ketakutan tidur sendirian. Aku bahkan bisa menangis ketika mendengar lagu 'Yang terbaik bagimu' yang di nyanyikan oleh Ada band dan Gita Gutawa.



Paa, walaupun umurku sudah 23 tahun, ternyata aku masih tetap gadis kecilmu. Kalau sekarang saja aku masih menangis dengan sentuhan-sentuhan kecilmu, bagaimana aku bisa menahan air mata saat kau duduk di pernikahanku kelak?

Duh pa, aku kangen. Ingin bilang tapi selalu gengsi. Makanya lebih mudah kutuliskan, sambil belajar mengucapkannya, tanpa berurai air mata.

Paa, tunggu gadis kecilmu beranjak dewasa yaa.. tunggu sebentar lagi. Aku ingin membuatmu bangga dan bahagia suatu saat nanti. Melihatmu tersenyum dan berkata, "Gadis kecilku sudah besar sekarang, dan aku bangga padanya.."

I love you, Dad ...

I miss you, Dad ...

And I always do...

(ditulis oleh @fienna_nurhadi di http://ceritasiperihutan.blogspot.com/2011/03/love-letter-18-aku-masih-gadis-kecilmu.html)

Cerita ini Mungkin Bapak Tidak Tahu

Bapak, baru kali ini aku menulis hanya untukmu. Tapi sungguh, kali ini aku ingin bapak tau, seperti apa sebenarnya sosokmu bagiku, anak perempuan sulungmu.


Bapak, apakah ibu pernah bercerita padamu, ketika setiap pagi sebangunku dari tidur, aku selalu teringat padamu? Ya, dulu ketika aku berumur sekitar 4 atau 5 tahun aku selalu berlari ke teras rumah mencarimu, menunggu apakah dirimu sudah pulang dari studimu di negeri orang. Aku berlari, terkadang dengan celana tidurku yang basah karena mengompol, memanggilmu dan bertanya pada diriku sendiri, "Bapak udah pulang belum ya?" Walaupun dulu aku belum ingat seperti apa sebenarnya sosokmu, tapi bagiku bapak adalah sosok lelaki tertampan yang aku tau dalam usia diniku.


Bapak, apakah bapak tau? Setiap kali aku merasa sakit, takut dan sedih, aku selalu meneriakkanmu dalam tangisanku. Ketika kakiku terjepit mesin jahit ibu, ketika bertatap muka dengan kecoa di dapur atau ketika bertengkar dengan teman-teman mainku, suara tangisku berbunyi, "Bapaaaaakkkk..." 
Mungkin saat itu, hanya dirimulah pelindung yang aku tau selain ibu.


Bapak, apakah bapak ingat? Ketika pertama kalinya aku mencoba pergi ke rumah eyang di Yogya tanpa dirimu atau ibu, aku sebetulnya merasa cemas berpisah darimu di balik tawa girang bisa bermain bebas tanpa pengawasanmu. Apakah bapak ingat ketika akhirnya bapak datang menjemputku, tangisanku pecah dalam pelukan erat di perut gendutmu? Ya bapak, aku rindu padamu waktu itu.


Bapak, apakah bapak tau bagaimana pendapatku tentang dirimu saat aku beranjak remaja? Bagiku, bapak adalah sosok bapak yang gaul. Menyukai musik yang juga aku sukai. Menyarankan membeli baju yang aku incar. Namun di sisi lain, dirimu adalah sosok yang cuek atau mungkin bapak lupa kalau aku sudah beranjak remaja dan mulai menyukai seorang pria selain dirimu. Tapi bapak, aku merasa itu adalah hal yang wajar mengingat dirimu sering pergi bertugas jauh meninggalkan aku, ibu dan adik ketika masa pertumbuhanku. Sehingga mungkin bagimu, aku tetap adalah anak perempuan kecilmu.


Bapak, apakah bapak tau, bagaimana perasaanku dulu ketika melihatmu tergeletak tak berdaya jatuh di kamar mandi dan dilanjutkan berbaring selama satu bulan di rumah sakit? Hancur. Takut. Dan, entah apa namanya. Aku belum siap kehilanganmu. Banyak hal sederhana yang ingin aku lewati bersamamu. Hingga hal-hal besar yang akan mengubah hidupku, ingin aku lalui di bawah tatapan dan kesaksianmu. Saat itu aku berdoa: Aku ingin bapak melihat aku bisa lulus kuliah dengan hasil baik. Aku ingin didampingi ketika wisuda. Aku ingin mentraktirmu dengan gaji pertamaku. Dan aku ingin dirimulah yang menikahkanku dengan suamiku kelak. Hanya hal sederhana, namun bagiku itu semua segalanya. Dengan kalimat lain, aku hanya ingin dirimu masih diberikan kekuatan, kesehatan untuk menemani hari-hariku.


Bapak, apakah bapak tau? Profesi dan karir yang aku jalani kini benar-benar karena aku mengingat kata-katamu untuk mendalami satu bidang agar aku menjadi seorang ahli. Dan, aku sangat menghargai bapak yang selalu mendukung segala hal positif dan cita-cita yang aku kejar. Aku akan buktikan padamu, pak... Aku akan sukses dengan jalanku dan aku pasti akan bahagia.


Terakhir, aku ingin bapak tau. Kali ini, aku ingin meminta restumu untuk menerima pejuang kecilku untuk menjadi sosok pria lain dalam hidupku selain dirimu. Dia pria baik yang menyayangiku, percayalah. Dia tidak akan menyiakanku, percayalah. Restui kami ya pak...


Terima kasih, bapak bersedia menjadi seorang pria hebat dalam hidupku.
Pesanku untuk bapak :

Tolong jangan ngebut kalau menyetir mobil dan bersabarlah.
Jaga makanan dan jangan jajan sembarangan.
Tetaplah peluk Tuhan dengan erat setiap saat.

(ditulis oleh @hotarukika di http://theothersideoffireflies.blogspot.com/2011/03/cerita-ini-mungkin-bapak-tidak-tau.html)

Ayah, Raja Keluarga di Hati

Ayah menjadi satu-satunya lelaki dalam keluarga kecil kami. betapa Ayah hanya ingin memiliki perempuan-perempuan terbaik dalam hidupnya. Istri, dan kedua anak perempuannya. Aku sebagai anak bungsu melihat bagaimana Ayah ingin membuat bangga para perempuannya. Pernah sekali waktu aku meminta adik laki-laki untuk menambah suasana ceria dalam keluarga. Entah dengan alasan seperti apa, Ayah menolak dengan halus. Mungkin takut kedudukannya sebagai lelaki satu-satunya dalam keluarga inti kami terusik. Ahh, tapi sekarang sudah ada suami Mbak yang menjadi lelaki kedua dalam keluarga kami walaupun belum bisa mengusik keberadaannya sebagai Raja di hati kami.

Ayah menjadi seorang Raja dalam kerajaan kecil kami. Walaupun sebagai Raja, tak sekalipun Ayah menggunakan kekuasaannya sewenang-wenang. Semuanya melalui proses dan kesepakatan dari semua pihak keluarga.Aku masih ingat ketika Mama bercerita betapa Ayah rela untuk melakukan perjalanan ke kantor yang jauh karena berbeda kota dengan jarak sekitar 1 jam. Hal itu dilakukan Ayah sejak Mbak kecil bahkan hingga aku beranjak remaja. Ayah ‘mengalah’ pada keputusan Mama yang menginginkan untuk tetap membantu orang tua di kota kelahirannya. Untunglah Ayah memang pengertian. Aku tahu Ayah terlihat lelah dalam perjalanan mencari nafkah untuk kami. Tapi semua yang dilakukan dengan ikhlas memang berbuah kebaikan. Ayah mencapai posisi terbaiknya di pekerjaan yang dilakukan sekarang.

Sejak ada bencana alam kecil di dekat kota tempat tinggal kami dan aku sudah beranjak dewasa serta memutuskan mencari kerja di kota yang sama dengan kota tempat Ayah bekerja, akhirnya kami memutuskan untuk mencari rumah yang lebih dekat dengan kota tersebut. Sekarang, saatnya Mama yang ‘mengalah’ :)

Tapi tidak jarang Ayah menggunakan kekuasaannya ketika hal tersebut berhubungan dengan hobinya. Ayah memang manusia biasa. Untungnya hobi Ayah hampir sama denganku. Berpergian dengan Ayah adalah hal yang menyenangkan. Aku dapat bercerita lebih bebas dengan Ayah tentang keseharianku daripada dengan Mama yang notabene memang lebih dekat dengan Mbak.

Sejak aku sudah memperoleh gelar dalam pendidikanku, tidak jarang Ayah menyindirku untuk segera memiliki seorang pendamping. Ayah tahu anak bungsunya yang manja ini tidak selamanya tetap berada di bawah lindungan orang tua. Seringkali, ketika aku keluar dengan teman-temanku, Ayah menggoda dengan menanyakan kapan aku keluar dengan seorang laki-laki spesial. Aku cuma tersenyum. Dalam hati, aku berdoa, jika aku menemukan jodohku kelak, aku ingin dia menjadi Raja kecil dalam keluarganya dengan kasih sayang yang tinggi dan selalu membimbing keluarganya ke arah yang diberkahi oleh Tuhan, seperti yang Ayah lakukan selama ini.

Last, I will and always say for rest of my life.

Adek sayang Ayah, sayang banget. Semoga Ayah selalu menjadi Raja yang baik hati serta sanggup membimbing langkah kami dan orang-orang sekitarnya. Semoga Ayah selalu diberi kesehatan dan berkah serta rezeki dari Allah SWT.

Salam kecup manis Ayah :)

(ditulis oleh @nuddee di http://dayswithnadee.tumblr.com/post/4063896904/ayah-raja-keluarga-di-hati)

my best debating partner and my lover forever.

“Anak perempuan jangan pergi jauh-jauh, hariwang (bikin khawatir)”
“Pulang malem ada yang anter nggak? Kalau nggak ada yang anter, nggak boleh!”
“Emang sanggup gitu, Neng, kamu kerja sambil kuliah?”
“Ngapain kerja jauh-jauh di Jakarta, Jakarta itu kota keras, bla bla bla….”


Sekian dari banyak kalimat yang anda lontarkan kepada saya, banyaknya sih kalimat-kalimat yang ‘mematahkan’. Tapi entah mengapa saya justru terlecut disaat anda coba ‘mematahkan’ semangat saya dalam melakukan sesuatu. Saya semakin semangat untuk membuktikan bahwa saya sanggup melakukan apa yang anda telah ‘patahkan’. Saya kadang berpikir, jangan-jangan anda memang sudah tahu kalau anak perempuan sulung anda ini seorang ‘rebellion’ yang semakin ditentang akan semakin dilakukan :p. Mungkin itu salah satu cara anda mendidik saya menjadi perempuan dengan pribadi yang ‘tough’. :)


Hubungan kita mungkin tidak seperti kebanyakan hubungan anak perempuan dan ayah pada umumnya. Biasanya anak perempuan bisa bermanja-manjaan atau bahkan ‘bermesraan’ dengan sang ayah tapi hal itu tidak terjadi pada kita. Hubungan kita seringnya diwarnai perdebatan panjang, atau bahkan sapaan singkat berupa nasihat-nasihat. Tak jarang perdebatan panjang itu kita akhiri dengan ‘bermusuhan’ atau perang dingin satu sama lain. Sehabisnya, saya bisa sangat kesal dan sebal pada anda. Keras kepala dan teguh mempertahankan pendapat jika merasa benar adalah gen yang anda warisi pada saya. Harusnya saya sudah tahu, saat itu secara tidak langsung, saya kesal dan sebal pada diri saya sendiri. berhadapan dan berdebat dengan anda sama halnya berhadapan dan berdebat dengan diri saya sendiri. haha. Ya, seiring dengan bertambahnya usia dan kedewasaan saya, sekarang saya paham dan mengerti apa yang anda maksud. Kekhawatiran anda adalah bentuk lain dari kasih sayang anda terhadap saya. I admit that you are really my best debating partner anyway, Dad… :)


Hubungan kita berubah setelah saya keluar dari rumah. Saat itu karena pertimbangan kerja sambil kuliah maka saya memutuskan untuk kos di dekat kantor, agar saya bisa menyimpan energi lebih. Kita hanya bertemu Sabtu dan Minggu, itupun kadang waktu tidak kita habiskan seharian. Kadang kita bertemu malam hari saat saya selesai kegiatan atau anda selesai kegiatan. Kita bahkan tidak pernah berdebat lagi. Namun, pola intensitas pertemuan yang berkurang tidak menyebabkan perhatian dan kasih sayang anda pada saya berkurang. Seringkali saya pura-pura ketiduran di ruang tv lalu mendapati anda menyelimuti saya, membetulkan letak bantal saya dan mengusir nyamuk yang mulai mendekati saya. Mungkin gara-gara saya sudah dewasa dan berat badan saya bertambah, sehingga jika ketiduran di ruang tv tidak lagi digendong dan dipindahkan ke kamar seperti waktu saya kecil dulu. hihihihi. Anda adalah orang yang paling cerewet jika saya tidak mengenakan jaket tebal ketika berkendara motor di malam hari. Anda juga orang yang paling cemas ketika saya pulang malam dan tidak diantar oleh teman. Saya tahu itu, walaupun anda kebanyakan hanya diam.


Tak jarang saya ingin menitikkan air mata jika lebaran tiba dan saya menciumi tangan anda sambil mengucapkan “Maafin Neng selama ini ya, Pah” lalu anda membalasnya dengan sebuah pelukan hangat dan kecupan di kening, “Maafin Bapa juga ya, semoga Neng semakin sukses, bahagia dan solehah, Bapa sayang sama Neng” :’)
Sehat selalu ya, Pah. Supaya bisa menjadi bagian dari ijab kabul pernikahanku dan adik-adikku nanti serta melihat anak cucumu belajar jalan dan mulai berlari. Amin. *aku yakin Tuhan sedang membaca tulisanku ini*
Salam rindu dari Jakarta,
Putri Sulungmu.
“No matter what, good and bad, you’re still my best Dad! I know you always try hard to be like that… with all of my heart, I love you, Dad…”
“There are two man in your life who will never let you down and broke your heart. They are your brother and your Dad.” #justsaying
(ditulis oleh diiinniii di http://berceloteh.tumblr.com/post/4060309729/my-best-debating-partner-and-my-lover-forever

Wednesday, March 23, 2011

Pesan Ayah


Saya ingat sekali bagaimana Ayah dulu pernah berpesan. Satu hari menjelang keberangkatan saya ke Bandung untuk menunaikan  wajib belajar 16 tahun, hampir 6 tahun yang lalu.
“Ingat selalu ya Dek, setiap akan melangkah keluar rumah, niatkan dalam hati. Semoga langkah hari ini diridhai Tuhan. Dan semoga ilmu yang didapat akan menjadi pembelajaran yang bermanfaat buat kamu, bangsa, agama juga dunia.”
(Cuma Ayah dan Ibu masih yang setia memanggil saya  dengan panggilan ‘Dek. Anggota rumah yang lain sudah terlalu nyaman memanggil saya dengan sebutan ‘Nek)
Saat itu saya hanya mengangguk pertanda iya, tanpa benar-benar memahami apa maksud Ayah sebenarnya. Maklum, hasrat remaja yang baru lulus SMA. Berkuliah di pulau seberang, belajar hidup mandiri tanpa ada yang cerewet jika pulang kemalaman merupakan petualangan yang sudah tidak sabar saya rasakan.
.
Saya sungguh beruntung memiliki kedua orang tua seperti mereka yang tidak pernah memaksa saya untuk masuk jurusan dan universitas tertentu. Seingat saya, Ayah dan Ibu tidak pernah menanyakan apakah saya kesulitan mengerjakan pr matematika atau fisika. Mungkin karena Ayah yang ‘hanya’ lulusan STM dan Ibu yang ‘cuma’ lulusan SD. Mereka pun tidak pernah cerewet menanyakan bagaimana nilai-nilai saya. Mereka hanya tersenyum bangga saat rapor dibagikan, karena hampir dipastikan saya selalu menjadi juara kelas bahkan satu sekolah, setidaknya sampai saya SMP, karena di jaman SMA ada begitu banyak orang yang lebih pintar di luaran sana.
Itu pelajaran berharga yang saya dapatkan.
Di atas langit, masih ada langit. Jangan lekas berpuas diri.
.
Semenjak memutuskan untuk kuliah jauh dari rumah, saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk mandiri. bukan dalam artian tidak akan meminta uang saku dari Ayah sama sekali, tetapi saya berusaha sebisa mungkin untuk tidak meminta uang tambahan. Mau kerenya kayak apa di akhir bulan, saya tidak akan merengek untuk meminta uang jajan tambahan. Dan alhamdulillah, seingat saya, tidak pernah sekalipun saya merengek meminta uang jajan tambahan selama saya kuliah 4.5 tahun di Bandung. Jika Ayah berinisiatif untuk menambahkan uang jajan tanpa saya minta, itu tidak termasuk hitungan. =)
.
Dan pesan itu terus diulang-ulang oleh ayah, hingga saat ini saya masih (saja) di bangku kuliah, menunaikan wajib belajar 18 tahun di negeri seberang. Percakapan terakhir dengan Ayah terjadi 2 hari yang lalu. Seperti biasa hal pertama yang beliau tanyakan adalah kabar dan kemudian,
” Gimana, uangnya masih cukup?”
Mungkin dulu, pertanyaan itu cukup saya tunggu, dimana biasanya saya hanya akan menjawab,
“Tenang Yah, masih cukup ko. Tapi kalau mau ngirim, ya ga akan ditolak.”
Tapi sekarang, saya menjawab
” Tenang Yah, putri bungsumu ini sedang belanjar mandiri, termasuk secara finansial. sudah 23 umurnya, malu rasanya kalau masih harus meminta Ayah. Doakan saja semoga rezekinya lancar. Tenang, Adek tidak akan bertambah kurus disini”
Lalu Ayah hanya tertawa mendengarnya, sambil menyerahkan telepon ke Ibu. Dan seperti biasa pula, Ibu akan keukeuh
“Kalau kamu ingin dan butuh beli apa-apa, jangan sungkan bilang ke Ayah ya ‘Dek”
Kemudian percakapan akan berlanjut apakah saya sudah makan, makan dengan lauk apa, bagaimana kuliahnya dan kapan saya pulang. Untungnya, lagi-lagi, Ayah dan Ibu jaraaaang sekali bertanya soal kapan saya menikah (Hey, saya BARU 23!). Rupanya mereka masih khawatir putri bungsunya ini kelaparan di Taiwan.
Kemudian di akhir percakapan, Ayah (selalu) menyelipkan sederet pesan.
“Ingat selalu ya Dek, setiap akan melangkah keluar rumah, niatkan dalam hati. Semoga langkah hari ini diridhai Tuhan. Dan semoga ilmu yang didapat akan menjadi pembelajaran yang bermanfaat buat kamu, bangsa, agama juga dunia.”
.
Ayah sayang, sekarang saya mulai memahami pesan yang engkau berikan. Karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna untuk sesama. Dan sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang dimanfaatkan, untuk manusia, negara, dunia juga agama. Doakan selalu putri bungsumu ini agar segera bermanfaat, dengan ilmu yang dipunya. Untuk sesama manusia, Indonesia tercinta, agama juga dunia. Dan saya selalu berdoa semoga kita selalu berbahagia.
maafkan belum bisa segera pulang.
tapi dirimu menjadi yang pertama terlantun dalam setiap doa.
karena saya mencintaimu. teramat sangat.