Friday, June 18, 2010

10 Things I Miss About My Dad---of a million things that i missed.

1. Daily calling. He always call me at 7-8pm. Asking about my place to sleep today. At home or at my rent room? Sometime I get sicked, when He calls me 3 times a day to asking the same questions. Haha. But I do really miss it now. Please call me, Dad.

2. The conversation. We have some Dad-Daughter weird relationship. Maybe because we have same words, same friends. My fav conversation w him is about art and life. I know, he more spend his time w his student—also my friends—to talk about that topics. Uhm it’s so pity me. And because of that, now, I can see my Daddy at many people around me.

3. Cooking time. Dad and my Mom oftenly doing the nite shopping. They like to shopping at traditional market on the night. And my Dad woke me up and my little sist to eat some fresh shrimp with spicy sauce at 12am! [:

4. His black cropped pant, black t-shirt and sandal jepit! His daily wardrobe when he’s not working. He often spent time to care for his plants and fishing equipment. He always forgot the time. When I woke up at dawn, He’s still at backyard, cutting the leaves, giving fertilizer, etc etc.

5. His criticism and praise. One day, I exhibited my recent experiments to my Dad, he said my work was not good. Tears on me. That works kinda difficult for me! Huhu. But one day, when He said my work: good, great, wonderfull… there’s nothing more happier than that.

6. He likes pickles, so bad. Onions, chilli, cucumbers pickles, and more pickled vegetables.

7. I miss my Daddy and his mustache! His thick and wavy hair! His exotic color skin! And the way He hold the chopstick and eat Thailand noodles with his fav black bowl, the way He slipped His reading glasses….

8. His deep voice.

9. His writing and artwork. He’s my biggest inspiration, after my beloved Grandmother.

10. Our last conversation. He asked me: “What is the most important thing in your life?”. I never told Him about my answer. I keep that for myself. Dad, the most important thing in my life is: LOVE.

Today is the 52nd my Dad’s birthday. But we no longer celebrate with dinner or special gifts or happy birthday song at midnight… Now, we have new ways to celebrate it: with PRAYS and LOVE. Although physically my Dad is not here, but blood and part of his soul is still flowing in my body and the people who loved him. Love U so much, Dad. Happy Birthday.

Drs. Djuandi Husin [April 4th, 1958-June 7th, 2008]

4 April, 2010

*Ditulis oleh Amimosa Pudica, kunjungi juga cerita Amimosa lainnya di sini:
http://amimosapudica.blogspot.com/

Rumput buat Papa

Papa suka rumput. Dulu setiap hari papa bermain dengan rumput. Tanpa rumput, papa cuma akan berbaring di kasur. Atau menonton teve sampai matanya berkunang-kunang.

Papa sayang sekali pada rumput dan tidak suka kalau mereka gondrong. Karena itu papa selalu memotong rumput sampai rapi, seperti memotong rambut anaknya yang lelaki.

Sekarang papa tidak lagi bermain dengan rumput. Tidak juga berbaring di kasur atau menonton teve sampai matanya berkunang-kunang. Papa sekarang ada di langit. Saban pagi dan sore papa suka menyiram halaman rumah sampai rumput tumbuh setinggi lutut.

Papa tahu aku tidak suka rumput. Ia suka mengetuk-ngetuk kaca jendela kamar dan berkata padaku, “Nak, cintai rumput. Mereka kan teman-teman papa.”

Aku suka heran, kenapa papa selalu menyuruhku melakukan sesuatu yang tidak aku suka? Aku tidak suka rumput, tapi papa malah menyuruhku mencintai mereka.

Barangkali karena aku tidak mengabulkan permintaannya, papa marah. Papa tak pernah lagi menyiram tanah. Rumput pun tidak ada yang tumbuh di pekarangan rumah.

Aku kangen papa dan rumput. Kulihat rumput di rumah tetangga tumbuh subur. Kucabut beberapa jumput dan kutanam mereka di dalam kepala. “Papa, aku menanam rumput di kepalaku,” beritahuku pada papa.

Papa tampaknya senang karena aku mencintai rumput juga, bahkan menanamnya di dalam kepala. Karena itu papa menyiram kepalaku. “Semoga rumput di kepalamu ini tumbuh subur, Nak,” papa berdoa.

Doa papa terkabul. Rumput di kepalaku tumbuh subur. Aku akan memberikannya buat papa.

18 Juni, 2010

*Ditulis oleh Rie Yanti, kunjungi cerita lainnya di sini: http://ceritarie.wordpress.com/

Monday, June 14, 2010

Setelah 15 Tahun

Pak,
10 Juni 2010 kemarin, aku bilang pada diriku sendiri:
I'm a survivor. More than survived.
I am also what I have lost.

Wednesday, June 9, 2010

Cinta Pertama

Papa, apa artinya cinta pertama? aku lupa.

Aku membaca sajak pertama di umur empat. Aku dibelikan buku-buku Tini yang bergambar di umur enam. Aku dipakaikan anting. Dress bunga-bunga. Sepatu putih. Aku berteman dengan Boy, anjing gempal itu. Ikat konde dua.

Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Oh yah, ada naksir-naksiran pertama kali. Di TK tidak ada. Di SD ada beberapa. Ada Ryan, Glenn, Michael. Ketika SMP ada juga beberapa, seleraku lebih Indonesia, ada Budi siapa-aku-lupa. Ada Andi siapa-aku-lupa-juga. Ketika lebih besar lagi, di SMA, mulai dapat surat cinta pertama, dari seseorang berinisial N.

Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Ketika kuliah, ada. Tepatnya tahun pertama aku di Jogja, ada. Ya, ia seorang pria lucu, yang punya selera humor luar biasa. Jangan dekat-dekat, ia akan membuatmu tertawa, sampai isi perutmu keluar. Bukan hanya lucu tapi juga cerdas. Ya, aku selalu naksir pria cerdas. Tapi, sekian saja, nasibnya lebih banyak aku catat di diary. Tidak usah diintip.

Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Enam tahun ke belakang aku tinggal di Bandung. Hey Papa, kita pernah bercakap-cakap tentang hal ini bukan. Suatu saat kau pernah bertanya, jadi sekarang sedang pacaran dengan siapa? waktu itu aku diam. Aku merasa pipiku memerah, senyumku mengembang. Kemudian aku jawab, sedang tidak ada Pa. Doakan saja ya. Dan kau hanya ketawa di seberang sana. Ketawamu yang khas.

Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Papa, kau tahu, tiap kali aku dekat dengan seseorang, aku selalu membayangkan, akan mengenalkannya padamu. Aku tahu betul, kau pasti akan memanggilnya dengan sebutan Bung. Betul kan Pa, karena kau tidak punya anak laki-laki.

Aku tahu betul, kau pasti akan mengajaknya duduk, minum teh sore-sore dan makan sagu di depan teras rumah kita. Lalu berdiskusi. Bercerita ini dan itu. Kemudian kau akan cerita juga padanya tentang buku apa yang saat ini sedang kau baca.

Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Aku selalu penasaran dengan fotomu bersama Mama. Kalian masih muda. Duduk di padang rumput. Sedang tersenyum ke arah kamera. Aku tahu, itu mungkin diabadikan ketika kalian sedang pacaran.

Aku hanya mendengar cerita dari Oma yang bilang kalau, kau dulu begitu sopan ketika hendak menjemput Mama. Hanya kau satu-satunya kakak tingkat yang berani main ke rumahnya, karena Opa dari Mama terkenal galak pada jamannya.

Aku tidak pernah bertanya kepadamu. Tapi bisa jadi Mama itu cinta pertamamu. Kau berani melakukan apapun untuk mendapatkan Mama. Kau punya nyali untuk memenangkan hati Mama.

Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Jadi perempuan, itu harus yang terhormat. Aku suka sekali dengan kata terhormat. Aku suka sekali dengan penekananmu pada kata 'hormatnya'. Aku suka mengutipnya sampai sekarang.

Aku bohong, ketika aku bilang. Aku lupa cinta pertamaku sendiri.

Aku tidak lupa uang-uang yang sengaja kau sisihkan di antara kaset video lama, di lemari buku, biasanya uang itu akan kau ambil diam-diam ketika aku merengek minta dibelikan buku. Atau sekedar minta dibelikan cemilan tidak penting.

Aku tidak lupa, bagaimana kau pulang berjalan kaki dari kantor, membawa pulang kantong plastik berisi es kacang ijo kesukaanku, diseduh di mangkok untukku, yang waktu itu baru punya jerawat satu.

Ketika aku tanya kenapa kau harus jalan kaki. Kau hanya bilang, uangnya lebih baik ditabung, dan kau akan pergi ke lemari. Mencari celah diantara kaset video lama, dan menyisipkan uangmu, yang aku tahu suatu saat nanti, uang itu pasti akan dipakai untuk keperluanku juga.

Papa, apa artinya cinta pertama. Sudah tidak ada artinya lagi. Aku mencintai siapa, aku dicintai siapa. Pria-pria yang hilir mudik. Datang dan pergi. Atau yang terkadang hanya singgah sebentar. Tidak peduli aku punya list berapa puluh.

Kau selalu disana, mencintaiku pertama.

Papa, kau, cinta pertamaku.

09.06.2010; 23:11

*Suatu saat aku akan mengenalkannya padamu. Kalian pasti akan duduk bersama di teras depan, minum teh sore-sore dan makan sagu.