Saturday, April 2, 2011

Gossip girl-ing #3

Nate: Finding out your father isn't the person you grew up idolizing sucks, but it doesn't mean he loves you any less.
Raina: Then what does it mean?
Nate: It means that he's human. Okay, and you've got a chance, if you want... to know the real him, the good and the bad.

Raina : What if i don't want to?
Nate : You do.
Raina : When i was a little girl, he was more than life. Like superman.

Then i cried. Not because the exam is going to happen on Monday yet i still streamed the net to watch this episode, it's because it reminds me to my own superman. AyahHe was more than life to me. Since the day i born, he always be the one who i can looked up to. The most loving, genuine and caring man i've ever met in my life. I always, always proud to be his daughter. Seeing his smile and found that i was the reason is fantastic. He was the one who carried a handycam in every activities i attend back when i'm in kindergarten. He's the kind of Dad who drives her family to wherever we're going. The one who is willing to wait when i'm running late after school. The one who never get mad when i got a bad score.

Ayah is the kind of dad that who always want to have dinner together just to ask "How was your day?". He's the kind of dad who knocks on my door every single night to check on what i'm doing and doesn't try to spy but to make sure that the light is off & i'm under my blanket. He's the kind of dad who still loves to hug me when he got home after work. He's the one who said that i will be accepted in this University even before i took the test. The one who hate a Psychologist yet always support me in every small step that i take to become one. He's the one who forgive me and even never mentioned my flaw, when i break his rules to date a guy with different religion behind his back.

He's the kind of dad who call me just to ask where am i, when will i go home and stuffs. He's the kind of dad who is willing to do anything to make me have everything in the best quality that he can afford. The kind of dad who really likes to do his prayer in the Mosque. He's the kind of dad who will be so angry when he heard his daughter said any dirty word under his roof. He's the one who is so patient and keep silent when my mom is crumbling. He's the one who keep his pride as his priority until saying sorry is a forbidden thing to do.

Besides every lovable things about him, like Nate said.......he's human. He's far from the perfect dad you see in movies. He has mistakes. A few mistakes that at the moment, makes me disappointed. I spent my adolescent life in a rollercoaster road because of his mistakes. The hero that i always looked up to change in to another human being who can mad for reasons that far from what i'm doing, who can cry in his prayer, who can actually keep silent because he doesn't give a damn care, or too tired to give a comment. Sometimes, i hate him for showing me the bad side of him. Yet i know that it doesn’t mean thqt he love me any less. He never changed every single thing that mention before.

When i watch the Raina-Nate's scene, i realized that maybe this is God's way to show me that Ayah has flaws, yet it doesn't make him a bad dad. The most important line is, It doesn't mean that he love me any less. This Sunday will be the day he's turning 54. Yes, he's old already. I always wishing for the longest life that God can give to himso later i can see his smile on my graduation day, then he'll be the one who shake my future husband hand in our 'ijab-qabul', sending him some of my income as a Psychologist every month, Buy him stuffs that he can't afford right now, visit him and my mom on their late adulthood house, and introduce them to my children.

This year, i wish him the best success at work, every happiness that the world can offer him, and i just want to make him even prouder of me in you know.......every single thing i do.
I love you more than you ever know, yah.

(ditulis oleh Clarissa Rizky

Saya dan Papa adalah Soulmate

Selamat berjuang!!!
Yaa, kata-kata yang selalu papa ucapkan kepada anak-anaknya saat kami turun dari mobil dan kami mulai masuk gerbang sekolah sampai akhirnya kami bekerja (saya menanti kata-kata ini jika saya harus melangkah dalam altar bersama pria sejati). Saat dia berkata selamat berjuang, dia memastikan kami sampai di tempat paling aman untuk mulai menjalani hidup di hari ini.
Papa adalah sosok one in a million dalam hidup saya, terlalu besar rasa terimakasih saya kepada papa. Badannya yang tidak terlalu besar atau gendut tetapi dengan hangat memeluk saya saat saya sakit atau saat resah. Tangannya yang kokoh walaupun tidak seperti binaragawan tetapi selalu ada untuk mengambil bagian dalam mengangkat hal-hal kecil untuk kami, mulai dari tas-tas sekolah kami sampai mencuci mobil kami.
Bukannya tidak pernah kami berdua adu argumen, terlalu sering. Mulai dari politik, agama, bacaan, fenomena hidup, prinsip hidup, tontonan dan apapun itu. Walaupun menurut saya ucapannya sangat masuk akal. Sosok ayah yang "rempong" namun bijak dan menjaga putri-putrinya membuat saya selalu terharu jika saya melihat rambut putih Papa dan saat Papa tertidur nyenyak.
Papa, tidak pernah tanpa alasan yang tidak masuk akal, dia tidak menunggu anak-anaknya pulang les. Selelah-lelahnya Papa, dia pasti akan menjemput saya dan kakak saya, menunggu kami, menanti cerita kami. Luar biasa Papa mau menunggu kami dan tidak pernah mengeluh capai, bosan-tidak pernah. Semua Papa lakukan dengan sukacita (saat saya menuliskan cerita terlintas wajah Papa saat menunggu kami).
Hal lain yang membuat saya berdecak kagum terhadap pria ini adalah Papa seorang "juru minum" yang ahli yang sangat pandai meracik susu untuk saya dan kakak. Dari semua susu yang pernah saya minum, susu buatan Papalah yang sesuai di lidah saya. Sedari bayi sampai saya bekerja, Papalah yang membuat susu untuk kami dan selalu-selalu-selalu enak. Kehangatan susu yang Papa buat, ditemani dengan rasa hangat kebersamaan setiap kali sebelum atau sesudah doa keluarga papa selalu bertanya "Ada informasi apa hari ini?". Mungkin terkadang terkesan "kepo di malam hari" tetapi tidak untuk Papa. Dia sungguh mendengarkan, sungguh memberi nasihat yang baik dan sungguh pula moment ini adalahmoment yang saya rindukan jikalau dia tidak ada di rumah.
Sampai dengan saat ini di usia saya yang memasuki 23 tahun, selalu ada saja yang membuat saya semakin mencintai keluarga, papa, mama, kakak (dalam kasus ini Papalah yang paling tersohor). Pertanyaan dan pernyataan Papa setiap hari yang menunjukkan betapa pedulinya Papa kepada saya:
Posisi dimana? pastinya untuk mengetahui saya dimana, pulang jam berapa. Hmm Papa buat susu loh nak!! (Saya suka saat Papa panggil saya nak!!). Pastinya masih banyak lagi pertanyaan dan pernyataan yang membuat saya tertawa dan hanya bisa bilang "ya ampuuun, one in a million banget nih bos yang satu ini".
Papa, sosok yang selalu bangun di tengah malam hanya untuk mengecek apakah selimut kami menghangatkan tubuh kami atau tidak, sambil mengelus-elus kepala kami dan berkata "puji Tuhan haleluya, terimakasih Tuhan". Papa sosok yang selalu dengan "bawelnya" mengajarkan kami membaca, menulis, menyetir mobil, bergaul dengan pria atau wanita dan mengajari kami makna hidup. Papa sosok yang selalu menggenggam tangan saya saat di mall atau dimanapun. Papa yang selalu duduk dan menunggu di ruang tamu jika kami, salah satu keluarganya belum pulang. Papa sosok yang selalu menjadikan kami bagai sekretaris pribadinya untuk membuka FBnya.
Papa adalah sosok yang selalu mengingatkan kami untuk tidak lupa minum vitamin. Papa adalah sosok yang selalu berkata:  "Puji Tuhan, terimakasih Tuhan" atas rasa syukurnya dengan keluarga yang dia miliki. Papa adalah sosok yang selalu memberkati kami saat malam tutup tahun, di saat yang lain mungkin teman-teman saya berpesta dan bereuphoria dengan keramaian tahun baru. Saya dan Papa saling mengoreksi apa yang terjadi sepanjang tahun antara kami berdua. Tidak lupa papa adalah sosok yang selalu menasihati saya mengenai pria dan selalu membawa kami lebih dekat pada Tuhan.
I’m really proud of my dad. For me, he’s the smartest, toughest, most diligent and independent man in the world. This fun-loving family man really cares about us&heartily loves us. He never gets tired of striving for his family no matter what.
I’m always in tears everytime I watch his back slowly disappear in the crowd when I see him off at the airport.I love him so much.

Papa, dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Saya mencintaimu amat sangat dan terimakasih untuk selalu menjadi figur Papa yang luar biasa. Pria yang tiada duanya. Terimakasih untuk semuanya Papa. Seperti Papa selalu berkata: "Selamat Berjuang nak!!". Kata-kata positif itu yang membuat saya tidak pernah menyerah dalam hidup. Hal yang sama yang akan saya ucapkan untuk Papa:
"Selamat berjuang Papa dengan segala yang akan Papa lakukan untuk keluarga kecil kami, selamat berjuang Papa untuk setiap menit dalam hidup Papa dan untuk semua doa yang Papa berikan untuk kami"
I love u Papa, i always pray for you.

MISTER PRAISE GOD

Ijinkan saya memperkenalkan seorang pria yang selalu ada di hati saya sekalipun nanti saat saya sudah menikah. Namanya Abdul Ilhamudin. Seorang teladan iman yang menyandang julukan Mister Praise God.  Julukan itu didapatnya karena sewaktu ia berjuang melawan penyakit ganas itu dan ada orang yang menjenguk sekaligus bertanya, “apa kabar Pak?”  Ia akan langsung menjawab,”Praise God”.

Masih jelas dalam ingatan hari itu Rabu tanggal 23 Maret 2005. Seragam putih abu-abu menjadi saksi  ada hujan deras di mata saya kala itu. “Ka,papa sakit kanker getah bening”. Satu kalimat yang meluncur dari mulut mama sudah sanggup meruntuhkan ketegaran hati yang saya miliki. Beku seperti patung saya berdiri tapi hati saya tidak beku. Ia malah seperti es yang mencair tak terbentuk. Dengan pelan saya mencoba masuk ke kamarnya. Ia baru saja pulang dari rumah sakit setelah beberapa hari dirawat. Tubuhnya lemas dan tertidur pucat.  Saya hanya bisa duduk menatapnya dengan pandangan kosong. Pikiran saya langsung terpolusi dengan kecemasan dan ketakutan. Belum lagi pertanyaan yang melompat keluar dari hati saya, kok bisa sih dia sakit?  Setau saya, papa orang yang hidup dengan pola makan sehat dan teratur. Olahraga ia jalankan dengan baik. Tak pernah merokok dan tidak punya hobi minum mabuk. Lalu kenapa penyakit ganas ini bisa tinggal tenteram dalam tubuhnya? Nalar manusia saya beraksi.

Beberapa bulan kemudian adalah keputusan yang sangat sulit karena saya harus meninggalkannya untuk pergi melanjutkan kuliah ke Bandung. Seperti tak peduli dengan kondisi tubuhnya, ia memaksa untuk ikut mengantar saya. Ia ingin melihat sendiri dimana saya akan tinggal dan memeriksa bahwa barang-barang yang saya butuhkan telah lengkap tanpa cela. Ia adalah pribadi yang selalu memastikan bahwa anak-anaknya mendapat yang terbaik. Hari itu tiba, diiringi senyum dan pelukan kami terpisah jarak.

Memasuki bulan Desember kondisi papa sempat memburuk. Ia harus dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pengobatan. Persiapan perayaan natal dan atmosfir harapan membuat kami semua tetap tenang dan berusaha memberikan yang terbaik untuk papa. Kami sepakat untuk membawa suasana natal di kamar yang dihuni papa. Pohon natal pun disiapkan. Saya tiba di Jakarta tanggal 21 Desember. Saya membuat sebuah hadiah untuknya. Hadiah yang saya buat sendiri dengan bantuan teman-teman kost saat itu. Sebuah poster besar bertuliskan Merry Christmas Pa! We love you!  Ditambah foto papa di pojok poster itu. Saya masuk ke kamarnya sambil membawa poster dan memeluknya erat. Ia hanya tersenyum lemah sambil berujar dengan payah “terimakasih ika”.

Tak ada firasat apapun kalau dua hari lagi kami akan benar-benar terpisah. Tanggal 23 Desember 2005, tubuhnya semakin lemah dan ia harus dipindahkan ke ruang ICU. Kalimat terakhir yang Ia ucapkan dengan bibir yang bergetar adalah, “ I love you ika”.

Seumur hidupnya ia tak pernah membiarkan saya ada dalam kesedihan. Saat saya menangis papa selalu punya cara untuk membuat lesung pipi saya kembali terlihat. Tapi hari itu ia seolah membiarkan saya menangis dalam satu kesedihan yang mendalam untuk belajar menerima sebuah perpisahan badani yang merupakan awal dari sesuatu yang kekal.

Saya kehilanganmu Pa! Saya kehilangan pribadi yang selalu menelpon telepon genggam saya setiap hari hanya untuk bertanya, “ika ada dimana?”. Saya kehilangan orang yang mengiringi saya bernyanyi dengan petikan gitar. Saya kehilangan orang yang setiap pagi menumpangkan tangannya di atas kepala saya tanda ia memohonkan berkat untuk anak-anaknya.  Saya kehilangan seorang yang akan menggandeng tangan saya saat nanti berjalan di hari pernikahan. Saya kehilanganmu Mister Praise God.

D’. 290311.
(Ladhriska Hamdana Putri)


Bapak, lihatlah aku...

Yang ku ingat kenangan terakhir bersamanya adalah ketika aku merengek minta uang jajan, sambil menduduki kedua ujung kakinya yang menjuntai di kursi ruang tamu. Aku tidak ingat berapa usiaku. Cangkir besar yang bapakku miliki, itupun sangat melekat dalam ingatan. Aku suka memperhatikan, bagaimana bapak menghabiskan kopi atau tehnya di waktu santainya sepulang dari rumah sakit. Sepertinya setiap regukan kopi dari cangkir besar itu sangat nikmat. Aku pernah meminta satu regukan darinya. Rasanya pahit tapi manis. Begini ya, rasa kopi kental asli. Bapak biasanya menyulut rokok kretek favoritnya, teman minum kopi. Wangi asap rokoknya harum, tidak seperti yang mengepul di dalam bis atau angkot.
Suara motor Suzuki klasiknya selalu membuatku ketagihan untuk sekedar berkeliling kampung, persis saat bapak sampai di rumah. Bapak tak pernah menolak saat aku dan kakakku meminta dibonceng berkeliling, padahal mungkin bapak sangat capek. Betapa nikmatnya, duduk di atas tangki bensin merah itu, kakakku dibelakang. Pandanganku sesekali tertuju pada speedometer dan aku selalu ingin memijit klaksonnya yang bersuara khas. 5 menit berkeliling kampung, cukup menghiburku dan kakak di setiap sore. Ah, ternyata benar…suasana sore itu sangat hangat.
Aku perhatikan, bapak selalu memakai minyak rambut saat menyisir rambutnya dengan gaya Elvis Presley. Wangi Lavender itu selalu membuat aku kangen. Hingga hari ini…
Caranya berpakaian sangat matching, gaya itu menurun padaku. Apapun ingin selalu matching. Bapak rajin menyapu halaman depan. Membakar sampah saat subuh, itu kebiasaannya. Bapak melakukannya kadang sambil menunggu serabi oncom matang, yang dijual si bibi langganan kami, di pertigaan jalan utama dekat rumah. Aku perhatikan, bapak juga berbincang dengan tetangga yang kebetulan sedang mengantri membeli serabi. Bapak kok ramah ya… Aku tidak seperti itu pada teman perempuanku. Lain halnya dengan teman laki – laki, aku bisa akrab dengan mereka. Tapi sekarang, aku bisa ramah seperti mu, bapak. Andai kau melihat perubahanku sekarang.
Aku tidak tomboy lagi, walau tetap suka menantang bahaya, ngebut naik motor. Gaya berpakaianku rapi, sepertimu. Itu kata mama. Mama bilang, “neng, meni ciga bapak. Nanaon teh kedah rapi jeung mecing.” (=neng, kok persis bapak. Apapun harus serasi.) Aku mewarisi kecerdasanmu, walau aku pernah mogok sekolah karena gengsi. Andai kau melihatku seperti sekarang ini, bapak… Aku mulai rajin menulis apa saja yang aku rasakan sekarang. Aku mau membuatnya menjadi sebuah buku. Persembahan untuk suamiku yang penyabar sepertimu. Andai kau masih di sini, akan ku persembahkan buku itu padamu.
Aku tak menyalahkan takdir. Bapak memang lebih baik ‘pulang’ lebih dulu. Mungkin supaya aku bisa seperti ini. Kuat dan tangguh terhadap ujian apapun. Cantik dengan sendirinya walau sisi liar kadang muncul tak tertahankan. Mulai bisa sabar menghadapi sesuatu, walau tadinya grasa grusu dan lumayan pemarah. Mungkin aku akan bergantung padamu di usiaku kini, jika kau masih hidup. Itu tak baik untuk jiwa ku. Akan mudah rapuh dan melepuh.
Bapak, aku yakin…saat ‘pertemuan kita nanti’, bapak akan tersenyum, mengenaliku di sana. Aku akan memeluk bapak erat sekali, mengajak bapak jalan – jalan di sekitar kebun di surga, membicarakan segala hal yang aku mau, juga mencium kakimu. Surga di telapak kaki ibu, menurutku wangi kaki bapak pun akan membuat segala hal menjadi harum.
Bapak, tidak kah kau dengar? Cucumu yang cantik itu menanyakanmu. Dia mendo’akanmu…

(ditulis oleh @BetaKun)

A Father Like You


Selama kuhidup apa yang Tuhan perbuat dalam kehidupanku, aku pahami sebagai sebuah rencana Tuhan yang indah. Buruk bahkan terlampau buruk sekalipun yang sempat terjadi, tetap aku pahami bahwa Tuhan punya rencana baik tersendiri yang dipersiapkannya untukku kelak. Dan aku tetap mengucap syukur dalam sakitku.

Berbeda di hari itu, kala tawaku bersama seorang sahabat mengisi penuh hari Mingguku usai ibadahku. Rencana tersendiri bagi Tuhan yang masih tak kupahami hingga saat ini, yang ku coba mereka-reka namun selalu gagal dan gagal. Hidupku, hidupmu bahkan hidup ayahku semuanya Bapa di sorga yang empunya. Ya, Bapa yang memiliki hidup itu.

Di Minggu sore kala itu, nyaris tak bernyawa separuh jiwaku. Duniaku seakan lenyap tak berbekas, hidupku seakan sia-sia kudapati.
Tetap aku mengucap syukur,
hanya sedikit aku berucap kata ‘mengapa Tuhan?’ ‘mengapa Bapa?’ hanya itu. Selebihnya hingga saat ini, walau masih tak kupahami maksud dan rencana Tuhan, aku mengucap ‘Tuhan Yesus baik‘ tak terhitung berapa kali kuucap Tuhan Yesus baikdan dalam doaku tetap kusisipkan Tuhan Yesus baik
Tuhan Yesus baik, Engkau benar-benar baik mamaku, bagi kakakku dan bagiku. Sangat baik, bahkan terlalu baik ya Bapa.


Pap terkasih,
apa kabarmu disana?
tersenyum kah engkau melihatku dari kejauhanmu?
jangan sungkan menegurku bila ku salah melangkah, kalau perlu dengan pukulan. aku siap.
aku tetap menunggu ucapan kasihmu yang tak pernah kau lupa di hari ulang tahunku selanjutnya dan seterusnya.
aku sulit memikirkan 5 tahun kedepan bila rindu itu menghampiri, 3 hari setelah kepergianmu pun aku sudah rindu dirimu.

Pap,
peluk aku dari kejauhanmu
usap rambutku dari kejauhanmu
gandeng tanganku dari kejauhanmu
betapa aku merindukanmu, ini anakmu.

Thank you for the laughter,
For the good times that we share,
Thanks for always listening,
For trying to be fair.

Thank you for your comfort,
When things are going bad,
Thank you for the shoulder,
To cry on when I’m sad.

This poem is a reminder that
All my life through,
I’ll be thanking Heaven
For a Special Dad like you.”


aku sayang engkau Pap
terlebih Mama ..
sering-seringlah mengunjungiku dalam mimpiku. Sangat mencintaimu

Tolong Diamkan Sejenak

bisa tolong saya untuk mendiamkan waktu sejenak?
tolong jangan putar detik atau menit di jam itu dengan cepat!
saya masih ingin berlama lama disini -disaat saya dan papa berbicara empat mata tentang segala hal- yah, di mobil dalam perjalanan seperti tadi -sukabumi bandung-

pagi tadi hari ini ketika saya baru membuka mata dari tidur, saya mendapatkan sosok yang sangat saya kenal berdiri disamping saya. saya buka mata perlahan, perawakannya masih sama. gayanya masih sama. jins, poloshirt, kacamata di leher, dan ada satu bungkus marlboro di genggamanya. rasanya saya tahu siapa dia. yah, itu papa.

papa baru pulang dari papua rupanya, rumah kembali lengkap pagi sampai malam tadi, sampai saya harus pulang kembali ke bandung. yah, rasanya baru tadi pagi saya bertemu papa, belum banyak yang kami bicarakan, dan sekarang kami harus berpisah kembali.

saya baru melihat dadanya saat bertemu, dan kini, saya harus melihat punggungnya kembali untuk pergi. selama perjalanan mengantar saya pulang tadi, banyak yang kami bicarakan. tentang kuliah, perkerjaan, cita cita, teman, semua nya. 

tolong diamkan sejenak waktu tadi. terlalu nyaman berada didekatnya. terlalu hangat berbincang dengannya.


*bandung, 29 juni 2010, kamar yang dingin dan sepi* 

(ditulis oleh Wilma Zulianti di http://www.smoothgraph.blogspot.com/)



Anak Gadis Papah

Adakah yang lebih mencintaimu selain aku, Pah? Tak jumpa dengan sosokmu seminggu ini membuatku sedikit khawatir. Mungkin rindunya lebih daripada rindu pada kekasih. Yang rasanya tidak bisa dijabarkan satu persatu. Lidahku kelu untuk sekedar mengatakan, “aku kangen papah, cepat pulang ya”. Iya aku malu mengatakannya, saat tak pernah malu mengucap rindu pada kekasih sendiri.

Kurunut lagi kebiasaan-kebiasaan kami yang lalu. Konversasi berjam-jam yang sarat dengan petuah. Bahwa aku harus selalu berpikir panjang jika akan melakukan segala sesuatu. Bahwa aku tak boleh menangis, karena semakin sedikit air mata yang tumpah maka akan semakin cepat mimpiku terwujud. Bahwa kau bilang tak akan pernah tinggalkanku karena aku kesayanganmu.

Jika orang bertanya siapa guru terbaikku yang pertama kali mengenalkan abjad, tentu kau orangnya. Saat keluarga kita tak punya cukup uang untuk biaya sekolah Taman Kanak-Kanak, kau tampil sebagai guru pertama kali. Selepas magrib aku akan diajarkan menulis. Pensil harus selalu diserut dan buku tulis bersampul coklat itu harus digaris tepi kanan kirinya. Aku diajarkan rapi sedari dulu. Dulu kau memang tak pernah ajarkan aku prosa, sajak, puisi indah atau rima yang menari di setiap tulisan karena sekolahmu sendiri tak pernah tinggi. Diajarkannya juga aku menggambar, sayangnya gambarku selalu buruk. Acak-acakan dan tak jelas. Saat contoh gambarmu selalu bagus dan aku hampir putus asa jika gambarku tak sedikitpun mirip denganmu. Aku lebih suka menulis, tenggelam dengan pensil bergaris merah dan hitamku di lantai. Berderet-deret huruf kucontoh dari tulisanmu yang paling atas.

Pah, tak apa jika kau selalu marah karena aku lekas mengantuk akibat terlalu banyak main di siang hari. Tak apa kau cuma mampu membelikan buku cerita rakyat ketimbang membelikanku buku bersampul warna-warni dan mahal. Tapi kau yang membuatku selalu disayang guru Bahasa Indonesiaku, menyukai barisan kalimat indah dan yang paling penting bisa menulis surat cinta untukmu Pah..


Aku cuma gadis kecilmu.. Masih memiliki sifat yang sama seperti dulu ketika masih berlarian memakai kaus kutang dan celana dalam ke mana-mana. Yang selalu dilarang bermain hujan dan cuma menatap iri pada anak lain seumuranku. Harus berteduh sendirian saat anak-anak lain pulang beramai-ramai sambil hujan-hujanan dan membuatku harus rela pulang sendirian setelah reda. Aku yang tak berani pulang ke rumah jika nilaiku dulu bukan “jipel”, kata lain dari 100, dan aku pernah memalsukan tanda tanganmu di nilai hasil ulangan yang harus dikembalikan pada Bu Guru.

Pah, aku selalu membelamu. Sebesar apapun kesalahan itu. Karena kuyakin Tuhan punya jawaban sendiri atas apa yang terjadi. Kau ingat kan Pah, saat berumur 10 tahun aku pernah menggegerkan kampung karena menyiram wajah orang dengan bubur kacang hijau hanya karena dia bicara sembarangan tentangmu. Seberani itu aku lakukan karena tak pernah rela orang lain bicara kasar tentangmu. Dan catatan kecilmu waktu itu bermula dengan kata-kata bahwa aku sangat badung.


Satu hal yang selalu kuingat bahwa tak ada cinta darimu yang pernah terbagi, karena cinta untukku cuma satu kan Pah. Terlalu banyak hal manis tentangmu. Coba kuceritakan satu hal, kau pasti ingat berdua kita pernah bersirobok dengan tak ramahnya Ibukota. Saat motor besarmu tak mampu menembus banjir, berputar-putar di arah jalan pulang dan kelelahan di warung Indomie. Menikmati teh panas, gorengan dan menertawakan hujan yang rajin berkunjung belakangan ini. Saat sepatu dan pantalonmu basah kita akhirnya pulang dengan saling bercerita di jalan. Teringat pula saat aku harus wawancara kerja terakhir, kau melaju dikecepatan 100 km/jam karena tak ingin gadismu kehilangan kesempatan. Ah Papah, sejuta bahkan semilyar kata tak cukup gambarkan semuanya. Betapa aku tak pernah bisa menahan bulir-bulir hangat jatuh di pipi untuk sekedar mengingat apa yang sudah pernah kau lakukan untukku.