Ingatanku masih sangat kuat di momen itu. Waktu itu hari hujan, malam minggu tepatnya. Aku disibukkan dengan pikiran totol bahwa malam minggu adalah malam martabak-terangbulan. Ya, aku mengalami kebiasaan stagnan di mana sabtu malam aku harus jalan-jalan dengan Papa—partner malam mingguanku—ke daerah Sentolang, mantan terminal yang disulap menjadi pujasera di daerah Gresik. Dan tujuan utama kami tiap malam minggunya adalah membeli satu martabak special, atau mmbeli 2 terang bulan : yang satu biasa, yang satu istimewa dengan timbunan keju di dalamnya.
Ya, malam itu hujan. Dan aku merengek-rengek menagih malam minggu kepada Papa seperti malam minggu adalah sebuah mainan yang mengasyikkan. Aku tahu Papaku bosan, aku tahu betapa besar keinginannya untuk menikmati malam minggunya di rumah saja—menonton TV, atau bahkan tidur panjang. Tapi sayangnya, waktu itu aku tidak terlalu mau tahu.
Akhirnya Papa menemaniku bermalammingguan ke Sentolang. Hmm, rasanya menyenangkan ! Aku bisa menikmati euphoria sabtu malam di mana jalanan terasa padat kendaraan bermotor, menikmati lalu-lalang sepasang berpacaran. Haha, aku tidak pernah iri. Justru aku bangga ketika aku menjadi satu di antara minoritas yang belum punya pacar dan hanya menghabiskan waktu malam minggu dengan seorang bapak-bapak : Papaku.
Hujan makin deras dan Sentolang menjadi langganan banjir. Kami berhenti di salah satu gerobak penjual martabak langganan kami, tak banyak antrian. Kami menikmati hujannya, menikmati dinginnya yang membaur dengan asap panas penggorengan martabak.
Aku senang, membawa pulang sebungkus martabak special di hari hujan itu :)
(dan aku lebih senang ketika aku masih bisa merangkulkan kedua tanganku ke perut buncit Papa waktu kami sedang berada di perjalanan di atas sepeda motor; aku lebih senang ketika aku punya waktu special untuk dihabiskan berdua dengan Papa; aku lebih senang ketika aku punya momen hujan-hujanan dengan Papa; aku lebih senang ketika Papa mengiyakan permintaanku yang egois; dan aku pasti akan berjuta-juta kali lipat lebih menikmati momen hari itu seandainya waktu itu aku sadar tidak akan ada lagi hari ‘martabak malam minggu hujan’ bersama Papa)
(oleh @pupusupup di http://sepotongkeju.blogspot.com/2010/12/martabak-malam-minggu.html)
No comments:
Post a Comment