Wednesday, May 19, 2010

Papa Hujan

Malam ini hujan antar aku pulang. Aku sudah pesan sama hujan sebelumnya, tolong jadilah payung untukku malam ini, jangan buat aku basah dan kedinginan. Aku tahu hujan itu teman yang baik. Dia pasti bisa mendengar aku.

Bercakap-cakap dengan hujan sering aku lakukan. Karena aku percaya hujan itu tidak bisu. Tiap butirnya, sama dengan satu kata, kalau begitu kamu tidak akan mampu menghitungnya kan?

Terlalu banyak kata.

Berbeda dengan Papa. Dalam beberapa hal Papa tidak banyak bicara. Ia pendiam. Tapi entah kenapa, tanpa di suruh ia pasti mengerti banyak. Ia menyesuaikan banyak. Ia menyediakan banyak.

Papa melakukan itu semua dalam diam. Tanpa perlu banyak penjelasan.

Papa dan aku sama-sama bungsu. Bedanya Papa Bungsu dari lima bersaudara, dan aku bungsu dari tiga bersaudara. Ketimbang ngobrol atau bercerita dengan orang lain, papa memilih tenggelam dengan buku-bukunya. Buku-buku itu mungkin lebih cerewet dari Papa.

Aku tidak percaya kalau hujan konvensional. Karena akhir-akhir ini aku perhatikan, hujan itu suka berdandan juga. Mulai pakai booths lucu. Dan mulai coba-coba pakai kaos Howler kegedean.

Papa tidak. Kemeja tak boleh yang ngejreng. Sepatu bisa sampai bertahun-tahun tak pernah diganti. Hanya punya beberapa ikat pinggang. Memilih celana potong pendek lusuh, kaos oblong, untuk bergaul dengan bulir-bulir kayu, bakal lemari.

Urusan mencintai, aku percaya Papa ahlinya. Kalau tidak begitu, mana mungkin Papa bisa bertahan dengan Mama, yang bahkan tak pernah memasak seumur-umur perkawinan mereka.

Mungkin sekarang, sedang hujan juga di teras depan rumah. Tempat favorit Papa duduk sambil baca buku kesayangan. Aku tidak tahu. Satu hal yang aku tahu, apapun yang aku lakukan di perantauan: selalu ada di doa Papa, tiap pagi.

Aku bisa berbicara dengan hujan kapan saja. Tapi tidak dengan Papa. Aku di Bandung dan Papa di Ambon. Dua hari kemarin, ketika di angkot, aku kangen sekali, tawanya yang lebar-lebar itu.

aku: aku sedang mengerjakan buku Antologi Puisi bersama teman-teman pecinta puisi lainnya, tolong doakan supaya lancar. Hey! I miss you. Papa: doa Papa menyertai Nona, semoga buku berhasil, kirim Papa satu eksemplar.

Isi pesan singkat yang membuat mataku berkaca-kaca.

Kalau suatu hari aku berhasil, aku berterima kasih untuk doa Papa untuk ketiga anak perempuannya.

Ketika menulis ini, hujan menetes di luar. Butir-butirnya hangat seperti pelukan Papa. Sekarang Ia pasti sudah pulas, dan aku sama sekali belum mengantuk.

Sayup-sayup, aku dengar hujan berdoa: Tuhan kasih Papa panjang umur, supaya kelak, ia tahu, doanya tidak sia-sia.

Aku baru tahu, hujan juga punya Papa. Tinggalnya jauh di atas sana.

20.05.09, 00:05

*Belum akan bosan, tidak pernah bosan, menulis tentangmu Albert Erens Rumthe. Satu saat, aku akan mengajakmu, liburan ke Bulan.

4 comments:

  1. Salam buat Oom Albert Erens Rumthe,

    Theo, gua terharu bgt bacanya. Iya, pesen Oom singkat tapi kasih sayangnya kok kerasa, ya, padahal gua nggak kenal Oom ...

    Gua suka bgt posting ini, The ...

    ReplyDelete
  2. nice Theo... :)
    aku punya kisah tentang Papa juga :)
    aku suka kisah tentang Papa.

    http://twitter.com/katanieke
    http://katanieke.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. #Dea: Thanks Dhey :-) Salamnya bakal gw sampein yah :-) #Nieke: Aku cek, aku cek, blog ini mengumpulkan kisah tentang anak perempuan dan ayah kok, jadi postinganmu, bisa di publish di sini juga, kalau kamu mau :-)

    ReplyDelete
  4. huhuhuuuu...ada yang kurang.. ada topi hitam kesayangannya yang slalu dipake kemana-mana.. melindungi kepala dan rambut2nya yang semakin memutih dari panas dan hujannn..hahahaaaa...


    huuuffftttt,,,jadi Merindukan dia
    "Silas Erenst Rumthe"

    ^__^.... dia uda duluan ke bulan....hahhaaa

    ReplyDelete